Aku mulai puasa hari ini, Minggu 29 Juni 2014. Seperti biasanya puasa pertama kulewati di kampung kelahiranku, Madureso, Dawarblandong Mojokerto.
Eh, enggak ding pas kebetulan aja hari Minggu, dan suami enggak ada jadwal. Beuh, bisa dipastikan minggu-minggu depan suamiku banyak konser (baca: acara buka puasa). Dari kegiatan buka puasanya kantornya sendiri bersama anak-anak yatim bisa sampai 4 kali, belum bersama para duta guru yatim dan undangan dari para donatur. Undangan dari donatur ini yang kadang selalu dipasin hari Minggu. Jadi jarang bisa pulang ke kampung halaman. Apalagi semenjak kami disibukkan membangun rumah sendiri di Sidoarjo, membuat kami tak sempat pulang. mumpung masih belum padat, kesempatan ini tak kami sia-siakan.
Rumah di kampung halamanku itu kosong. Tak ada yang menempati. Semua kakak-kakakku sudah berkeluarga. Dan rumah ini adalah emang sudah bagianku. Tapi apa daya, suamiku diberikan rezeki pekerjaan di Sidoarjo hingga membuat kami hanya bisa pulang seminggu bahkan sebulan sekali di hari libur. Jadi puasa pertama kami di sini tanpa persiapan. Tanpa alat masak karena sudah pada berdebu. Paling masak air untuk bikin teh dan kopi. Itupun bahan-bahan sudah kami persiapkan dari Sidoarjo termasuk bekal makan malam kemarin, dan sahur cukup beli dari warung di pasar Randegan.
Enggak kaget karena emang bukan pertama kalinya. Sebelum-sebelumnya malah lebih parah deh. Kami belum punya sumber air sendiri. Masih pakai sumur kerek. Dan kalau panas begini kering kerontang. Kudu ngambil air dari sumur bawah yang lumayan jauh letaknya. Kadang-kadang ini yang membuat suami enggak kerasan dan ogah pulang.
Emang daerahku itu tandus. Kalau bikin sumur bor kudu pakai pompa yang besar, orang bilang namanya Zat Pom. Alhamdulillah, ulang tahunku 5 Maret kemarin kakak pertamaku menghadiahi sumur bor tersebut. Jadi enggak perlu ngerek atau menimba lagi.
Karena aku jarang di rumah, mata air tersebut di salurkan selain ke dalam, ke luar rumah untuk tetangga-tetangga jika masa kekurangan air begini.
Bagiku air bukan cuma milikku sekalipun ngebor di tanah milik keluargaku. Tetapi juga merupakan hak tetangga yang ada di sekelilingku. Enggak mungkin aku yang berlimpah air sementara tetanggaku kelimpungan, aku umpetin begitu saja, sementara sehari-haripun aku tak pernah pakai. Kalau masalah listrik aku menganggap itu sedekah saja. Toh mata air yang mengalir juga bagian sedekah kakak. Hitung-hitung aku menjadi perantara sedekah baginya.
dengan sedekah hidup pasti berkah, ..
ReplyDeletepuasa pertama sy sudah jarang sekali di rumah ...maklum anak rantauan ...hehehe
Di daerah kekurangan air, dapat air yang tinggal dikocorin dari tetangga sepertinya lebih dari emas deh, Mbak Nunu. Kita bisa hidup tanpa emas tapi tidak tanpa air. Semoga rejeki Mbak Nunu juga datang seperti air mengalir. Amin
ReplyDeleteMemang lagi panas banget ya, Mbak.. :( Syukurnya sih sumur di rumah ku masih banyak airnya.. Jangan sampe kering deh..
ReplyDeletemau bagaimanapun caranya bersedekah, yang penting ikhlas ya mba :)
ReplyDeleteSedekah itu memang indah ya,,,selamat berpuasa mbak Nunu :)
ReplyDeleteBerbagi kebahagiaan selalu membuat hati kita bahagia...serasa mendapat surat cinta dari org yg kita suka...berbunga-bunga...
ReplyDeleteAlhamdulillaah... insya Allah itu jadi sedekah yg sangat berharga, Mbak.... Para tetangga itu pasti bersyukur banget... :)
ReplyDeleteAlhamdulillaah... insya Allah itu jadi sedekah yg sangat berharga, Mbak.... Para tetangga itu pasti bersyukur banget... :)
ReplyDeleteHidup toleransi dan berbagi menjadi kewajiban setiap insan yah, mbak. semoga amalannya dilipat gandakan oleh-Nya :)
ReplyDeleteSedekah yang sangat bermanfaat bagi para tetangga :)
ReplyDeleteSedekah memang luar biasa mbak, kadang efeknya muncul dari arah yang tak kita duga :)
ReplyDelete