Wednesday, May 29, 2013

Puing Referendum Timor Leste

Nikmatnya membaca
a Resensi by Nunu el Fasa (Komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis)

Referendum 30 Agustus 1999 yang terjadi di Timor-Timur (Timor Leste dulunya) menyisakan sedikit luka. Rakyat Indonesia juga menyesalkan ada bagian darinya yang hilang, setidaknya itu darah dan rasa! Terjadi bentrokan dimana-mana. Suara mesiu, dentuman bom, api dan kepulan asap yang sebenarnya tak kami (rakyat Indonesia) dan mereka (sebagian dari masayarakat Timor-Timur) harapkan saat itu.

Tapi apa boleh buat, referendum telah diputuskan. Rakyat berbondong-bondong menuju bilik suara, mengajukan aspirasi tertingginya untuk masa depan Timor-Timur. Memilih antara tetap menjadi bagian bumi pertiwi Indonesia atau berdikari menjadi republik sendiri.

Marsela dan Juanito menjadi bagian sejarah dalam novel ini. Sejak kecil mereka hidup betetangga di tengah kebun kopi khas Ermera. Juanito laki-laki kecil yang selalu ingin membela Marsela, siapapun tahu dimana ada Marsela pasti ada Juanito. Bahkan ketika mereka bersekolah Juanito selalu memperkenalkan Marsela sebagai adiknya.

Kedekatan mereka membuat Mario was-was, dan menasehati Marsela yang telah gadis tidak boleh disentuh oleh laki-laki manapun termasuk Juanito. Meski alasan klasik yang biasa diutarakan seorang bapak kepada anaknya, namun pada setting ini sulit ditebak bahwa permasalahan sebenarnya adalah perbedaan pilihan kebangsaan masing-masing keluarga kalau tidak dibaca secara keseluruhan.

Hal inilah yang membuat Juanito menganggap Marsela marah kepadanya, lantas ditepis oleh ibunya Juanito, “Oh, ya Tuhan, anakku telah menjadi gadis. Ya Apa’* O’** sangat sayang sama O’. Jadi, dia buat peraturan itu untuk O’. Tapi, O’ dan Juanito tak perlu marah-marah dan saling diam begini.”(hal 40)

Hingga Marsela dan Juanito benar-benar dipisahkan oleh keputusan Mario yang menunda pernikahan mereka karena konflik bumi Lorosa’e yang tidak menentu. Bagi Marsela hal ini tidak mudah meninggalkan tempat kelahirannya bersama kenangan calon suaminya. Sementara Mario orang tua satu-satunya yang amat ia cintai, memilih mengajaknya mengungsi dan mempertahankan darah Indonesia tetap mengalir pada nadinya.
“Aku berharap bisa kembali lagi kesini. Tapi jika tidak, Juan, kamu boleh menjemput Marsela kapan saja.. dan.. aku serahkan kebun kopi ini untuk kalian.” (hal. 76) Begitu pesan ayah Marsela kepada Juanito dan keluarganya.
Sepuluh tahun berlalu banyak hal terjadi dan membuat keadaan tak lagi sama. Termasuk Ermera bumi Lorosa’e yang kini menjadi Timor Leste, menjadi kota Asing bagi Marsela. Ia tidak ingin menanti Juanito yang sudah berjanji akan menjemputnya, meski dengan keyakinan segalanya bisa berubah dalam sepuluh tahun. Mungkinkah Juanito tetap menunggu Marsela pulang ke hatinya?

Novel ini mengaduk-ngaduk rasa. Bukan hanya perasaan hati. Tapi juga pada sejarah yang telah mengubah hidup Marsela hingga pada titik teredahnya. Hari-hari Marsela berikutnya hanya berkisar antara rumah dan sungai. Mengangkat batu, menitinya hingga menjadi kecil. Pulang, istirahat, kembali lagi ke Sungai. Selalu begitu. Ada beberapa rencana di otaknya, dan pertama yang harus dia kerjakan saat ini adalah mengumpulkan batu sebanyak-banyaknya agar bisa mendapatkan uang sebanyak-banyaknya pula. (hal. 113)

Secara keseluruhan apresiasi terhadap novel sangat luar biasa karena merupakan pemenang ke-3 lomba novel sebuah penerbitan. Hanya saja, diawal-awal bab, pembaca akan dibuat agak sedikit kebingungan dengan alur campuran yang digunakan Shabrina.

Namun disitulah kepiawaian Shabrina memainkan peran, ia berhasil mengemasnya secara unik dengan karakter sastranya. Ia menciptakan konflik yang tidak biasa dengan mengambil latar belakang sejarah Timor Leste.

Bukan lagi seperti membaca novel roman tapi seperti menikmati novel sejarah dengan bumbu romantisme, tetap dengan khasnya seorang Shabrina dengan memberikan topping fabel pada novel ini hingga nampak berbeda dari novel-novel romance lainnya.

Ditambah dengan embel-embel Romance Qanita, orang akan terjebak menganggap bahwa novel ini adalah novel Cinta Islami. Padahal tidak, meskipun ajaran nilai-nilai Islam juga tergambar dari sosok Mario dan Randu di dalamnya[.]

Ket:
*Bapak, Ayah, Papa
**Kamu, Kau
Data buku :
Judul : Always be in Your Heart : Pulang Ke Hatimu
Penulis : Shabrina WS
Penerbit : Bandung, Penerbit Qanita
Cetakan I : Februari 2013
Tebal : 236 halaman

Harga Buku : 45.000
Wujud buku Always be in Your Heart (courtesy : shabrinaws.blogspot.com



Tuesday, May 28, 2013

Beli Pentol, Bayar Dengan Nokia C-3

Ternyata menjadi orang teledor itu enggak enak juga. Bawaannya jadi sasaran suami kalo lupa naroh. Berulang kali suami ngomel tentang keteledoran saya, karena hal ini bukan yang pertama kalinya. 

Kejadiannya awalnya karena hape Nokia C-3 yang baru saya beli dari hasil usaha kami berdua saat pacaran, dengan jiwa tak berdosa saya tukarkan dengan pentol satu bungkus! Sampai di rumah suami ngedumel dan nggak habis pikir bagaimana bisa akal saya terbalik membayar satu bungkus pentol dengan hape C-3 yang masih kinyis-kinyis pula.

Hal ini juga karena kebiasaan saya menerima telepon saat di jalan, dan HP saya letakkan di kolong stang mio secara tak berdosa, selain nggak ribet juga memudahkan jika akan mengambilnya lagi. 

Seperti biasanya saat motor berhenti hal pertama yang saya ambil adalah HP untuk melihat notifikasi facebook atau sekedar update status_hihihihi. Begitupun saat itu ketika hampir sampai rumah, tinggal 50 meter saya berhenti di penjual pentol yang orang memanggilnya wak Kabul.

Sambil menunggu wak Kabul melayani pembeli, saya sempatkan untuk menengok facebook sebentar. Karena keasyikan sampai saya tidak sadar tiba giliran saya, wak Kabul bertanya saya mau beli pentol berapa? Atau pentol apa saja, kasar, halus, pentol tahu, siomay? Selalu saya hanya jawab "iya". Biasanya saya mengambil sendiri sesuai selera.

Setelah selesai baru saya tergagap lupa menyediakan uang untuk membayar. Sehingga HP-pun saya letakkan begitu saja di atas gerobaknya supaya lebih leluasa mengambil uang dalam tas dengan kedua tangan.

Transaksipun terjadi, saya menyerahkan uang dan pentol saya terima. Pikunnya saya, HP yang saya letakkan di atas gerobak lupa tidak saya ambil. Baru teringat keesokkannya saat saya merindukan facebook karena semalaman tidak membukanya.

Satu hari ini, lama benar rasanya menunggu malam. Saya sudah tidak sabar ingin menjambak wak Kabul. Sejak habis maghrib saya sudah menyatroninya sambil duduk diam di pelataran, bayangan wak Kabul jualan pentol sambil senyam-senyum sms-an pakai C-3. Namun harapan saya pupus, malam ini wak Kabul rupanya tak juga lewat.

Pada hari ketiga barulah nampak batang tusuk pentolnya. Alih-alih ingin membeli sayapun menanyakan HP saya, wak Kabul malah mengeluarkan HP jadulnya memastikan ia tak mengambilnya. Padahal saya yakin, HP saya tertinggal di gerobak itu :(
Kayak begini nih model hape yang saya tukarkan dengan pentol, huhuhuhu :((
Sumber : tokobagus.com


Saturday, May 18, 2013

Magic Remover for Smoth Eyes and Smoth Lips


This waterproof lip & eye makeup remover formulated with rosmery extract instantly removes your lip and eye make up

Kemasan Nature Republic
Product keluaran NatureRepublic dari Korea dikemas dalam botol medium 10 ml warna kuning transparan, jadi warna kuning bukan berasal dari isinya melainkan shading dari botolnya. Sederhana tapi menarik. Tidak begitu banyak gambar dalam botol, hanya dua tangkai rosmery yang memang menjadi ikon dari ekstrak yang digunakan dalam produk ini. Dan dengan tutup elegan dalamnya didesain tahan merembes/bocor dan anti tumpah, sehingga aman jika akan dibawa traveling.
bentuk tutup dalam kemasan rapat dan aman untuk di bawa
Dan yang paling saya suka adalah baunya. Meskipun saya tidak tahu bagaimana bau rosmery sebenarnya, hidung saya seperti mengendus ramuan tradisional. Khas banget baunya seperti jamu, tapi juga seperti bau kayu putih. Tidak salah, seperti yang saya tahu Korea memang terkenal dengan pemanfaatan ramuan tradisionalnya, salah satunya ginseng. Dan juga seperti namanya nature, terbuat dari bahan alami ekstrak rosmery. Ehmmm.... (ngendus lagi....)
aroma ekstrak rosmerynya kuat banget
And for the step

Step 1: Kocok terlebih dahulu
Seperti halnya pembersih mata lainnya, dalam isisnya terkandung dua cairan yang saling memisah. Salah satu cairan mengandung minyak dari ekstrak rosmery sebagai pengurai mascara kering dan cairan satunya adalah pembersihnya. Sehingga dalam penggunaannyapun perlu dikocok terlebih dahulu agar kedua cairan dapat bercampur.

Step 2 : Tuang dalam kapas bersih


Tuangkan di atas kapas kecantikan higienis, secukupnya.
Step 3 : Aplikasikan pada mata

Pejamkan mata dan sapukan secara merata, tanpa perlu ditekan atau digosok.
Mulai dari alis, eye shadow dan mascara secara bergantian mata kiri dan kanan.

Hasil :
  • Sisa Make Up, eye shadow, eye liner, eye brow, dan mascara terangkat semua

Kapas bekas pembersihan pada mata

  • Mata menjadi bersih dan segar, siap untuk relaksasi

semua make up terangkat, mata kembali bersih



Friday, May 17, 2013

Menghapus Mascara


Memiliki bulu mata lentik sepanjang hari seperti anti badainya Syahrini tentu saja menyenangkan, tahan keringat dan tentu saja agar tidak luntur hingga menyebabkan muka nampak konyol seperti badut. Hal ini karena pengaruh tahan air (waterproof) pada mascara yang digunakan. Tergantung seberapa tahan waterproofnya, bahkan ada yang tidak bisa hilang meskipun terkena hujan atau digunakan untuk berenang.

Akan tetapi sifat waterproof yang terlalu berlebihan juga terkadang membuat kesulitan ketika hendak menyapu make up dari wajah. Tidak cukup dengan menggunakan pembersih wajah, sekalipun dengan pembersih dua langkah.

Pembersihan yang terlalu dipaksakan untuk menghapus mascara juga dapat berdampak pada kulit mata. Arinya yang tipis, serta tekstur kulit yang memang berbeda dari kulit wajah lainnya, dapat menyebabkan iritasi dalam jangka panjang. Sehingga diperlukan cairan khusus pembersih mata terutama untuk mengangkat mascara yang sudah mengering lama.

Biasanya produk pembersih untuk mata juga dirancang untuk membersihkan sisa warna lipstik yang susah hilang. Bahan-bahan yang digunakanpun aman. Tapi untuk memastikan terlebih dahulu periksa petunjuk penggunaannya, biasanya ditandai dengan gambar mata dan bibir atau terdapat keterangan yang menjelaskan hal tersebut. Akan tetapi jika tidak ada, akan lebih baik jika ditanyakan kepada SPG dimana produk tersebut dibeli.

Sanim Cute Dress by Simply Lofty



Belajar dari Tumbuhan



Hati manusia yang penuh kebaikan ibarat hutan
Manjadi penyubur semangat
Menjadi penyimpan cadangan air kehidupan
Menjadi produsen oksigen untuk berbagi rezeki kepada sesama (hal. 111)

Pada klasifikasi makhluk hidup yang pernah dipelajari semasa sekolah, manusia berada dalam satu kingdom dengan hewan yaitu animalia. Tentu sangat bertolak belakang jika manusia diidentikkan dengan tumbuhan. Bahkan fakta secara ilmiahpun manusia tidak sama dengan flora yang tumbuh, mengambil nutrisi dan bereproduksi. Manusia dalah manusia yang jelas berbeda dari flora dan fauna. Manusia memiliki akal dan kehendak yang membuatnya bergerak dan berinovasi untuk lebih maju dari sebelumnya. (hal xvi)

Tetapi dari buku ini pembaca akan medapati beragam perilaku flora yang bisa dijadikan inspirasi untuk memperbaiki karakter manusia. Seperti yang sering banyak orang lakukan di pagi hari. Bercermin pasti akan menimbulkan bayangan diri didalamnya untuk mengoreksi kekurangn yang ada pada diri manusia. Terdiri dari 4 Cermin yang memang disusun oleh penulis secara berurutan sesuai tahap yang paling mudah dalam perbaikin diri manusia yaitu; Personalitas, Mentalitas, Moralitas dan Spiritualitas.

Cermin pertama. Dalam memperbaiki personalitas, pentingnya pola pikir dan pola sikap yang baik akan menentukan karakter yang dimiliki manusia. Sementara pola pikir yang tergantung dari indra, otak, adanya fakta dan pengetahuan sebelumnya bisa membentuk suatu pemahaman yang sempurna. Yang akan menentukan pola sikap sebagai wujud pola pikirnya. Sehingga penulis menyimpulkan pribadi yang positif adalah pribadi yang pola sikapnya sejalan dengan pola pikirnya. (hal 20) Seperti halnya para koruptor yang memahami korupsi itu kejahatan dan merugikan rakyat, akan tetapi masih melakukan korupsi adalah bentuk pola sikap tidak sejalan dengan pola pikirnya adalah contoh dari pribadi yang negatif. Cerminan personalitas ini tergambar dari gerak fototropisme bunga matahari, lingkar tahun batang, lumut kerak, hidro dan aerophonic.

Cermin Kedua. Tentu tidak semudah itu untuk meraih karak terbaik manusia, perlu adanya mentalitas yang baik ketika menghadapi masalah setiap harinya. Satu hal yang harus diyakini yaitu mampu dan bisa menyelesaikan besar kecilnya masalah (hal 65). Dan tidak perlu ragu untuk belajar mengatasi masalah yang sama dengan orang lain. Inilah pentingnya tiga guru kehidupan (Guru Inspirasi, Guru Spiritual, Guru keahlian) yang disarankan penulis untuk memecahkan masalah sesuai dengan pangkalnya. Dan mentalitas yang sedang di bangun bisa di pelajari dari si segala bagian tanaman pepaya mulai dari batang daun hingga buah, baik kulit, daging buah maupun bijinya. Juga dari ritme siklus tanaman sakuran serta proses imbibisi tanaman.

Cermin Ketiga. Sedangkan untuk memperbaikin moralitas, penulis mengadaptasi Tung Desem Waringin tentang bicara dan interaksi yang terdiri dari tiga type yaitu visual, perasaan-gerak dan pendengaran. Ketiga type bisa kita terapkan dengan lawan bicara. Selain itu cerminan moral dari karbondioksida, simbiosis organisme, maupun dari tanaman bakau untuk membangun moralitas.
Cermin Keempat adalah tentang spiritualitas diri terhadap janji Tuhan amat mempengaruhi untuk selalu manabur kebaikan dimanapun dan kapanpun. Dan peribahasa apa yang tumbuh dihalam rumah adalah sesuai dengan apa yang kita tanam tidak sesuai lagi dengan kesadaran yang terjadi setelah membaca buku ini. Ternyata menanam melati itu yang tumbuh bukan hanya melati melainkan bersamaan juga tumbuhnya rumput teki, padahal kalau menanam rumput teki, tidak satupun tumbuhan melati yang tumbuh. Ini menandakan bila menanam keburukan hanyalah keburukan yang akan tumbuh, sementara jika menanam kebaikan, kebaikan pasti tumbuh. Hati-hati selalu ada keburukan yang turut serta. (hal 172). Cerminan ini terlihat sekali dari rumput teki dan corolla.

Selain keempat cermin flora, disetiap cerminan Dhony juga melengkapi buku ini dengan worksheet yang bisa diisi pembaca sebagai tolok ukur perbaikan karakter sebelum dan setelah membaca buku ini.

Sidoarjo, 29 Oktober 2012
Unun Triwidana (Duta Buku Ibu-ibu Doyan Nulis dan Koorwil Jawa Timur)

Tentang buku :
Judul                    : 4 Cermin Flora
Seri ISBN/EAN : 9789792287547 / 9789792287547
Author                 : Dhony Firmansyah
Publisher              : Gramedia Pustaka Utama (GPU)
Publish                 : 30 Agustus 2012
Pages                   : 208
Weight                 : 234 gram
Dimension (mm)  : 140 x 210
Tag                      : Filsafat

Thursday, May 16, 2013

Patuhi Ajaran Islam, Agar Terlindungi dari Musibah

Catatan setelah renungan

Era sekarang, kita tidak bisa memprediksi orang itu baik atau jahat. Seperti pepatah, segalanya tidak bisa dilihat hanya dari sisi cover, tampang dan penampilan. Kejahatan semakin beragam yang semakin tidak bisa ditebak oleh korban. Oleh karenanya kita harus mewaspadai setiap orang yang baru saja kita kenal. Baik dijalan raya, di angkutan umum, atau bahkan yang paling membahayakan kejahatan dengan modus pura-pura bertamu kerumah dengan sasaran kelemahan para ibu rumah tangga atau pembatunya.

Waktu antara pagi hingga siang hari dimana suami masih kerja sementara anak-anak masih disekolah, adalah waktu incaran mereka untuk melancarkan aksinya. Bisa saja berpura-pura survey dari instansi pemerintahan, sales, atau seperti yang baru saja saya alami ketika rumah hendak dijual dengan berpura-pura melihat sisi bagian dalam. Beragam macam orang datang survey, mulai dari dua ibu-ibu, laki-laki paruh baya sendirian, pasangan, sampai keluarga lengkap dengan anaknya.

Ada atau tidak ada suami dirumah sebagai ibu rumah tangga, kita wajib meningkatkan kewaspadaan. Jika yang bertamu perempuan biasanya saya lebih rileks menghadapinya, akan tetapi berbeda ketika yang bertamu laki-laki, baik bersama perempuan maupun sendirian apalagi yang rame-rame berdua atau bertiga. Saya selalu menyampaikan permohonan maaf dan berkenan jika datang lagi sore hari ketika suami sudah pulang. Kita tidak perlu menyampaikan beragam alasan, setidaknya begitulah agama mengajarkan ketika menerima tamu sementara suami tidak ada dirumah agar kita terlindungi dari musibah[.]

Wednesday, May 15, 2013

Menengok Pesta Laut ala Rakyat Pesisir Sidoarjo

mejeng sebelum berlayar
Kepetingan –Pulau kecil bagian tenggara dari kabupaten Sidoarjo ini tak banyak orang tahu akan keberadaannya sekalipun penduduk Sidoarjo sendiri. Ketika suami berkesempatan pergi kesana untuk sebuah urusan kerja, saya tertarik dengan hasil liputannya yang mengabarkan ada sebuah makam Dewi Sekardadu, ibunda dari Raden Paku atau yang kita kenal dengan Sunan Giri yang berada di Gresik. Dan hari Minggu awal Februari ini saya berkesempatan pergi kesana lengkap dengan pengalaman baru, melihat secara langsung ritual Nyadran yang dilakukan oleh penduduk setempat.
suasana di atas perahu
Seremonial dimulai dari dermaga Desa Bluru Kidul oleh Bupati Sidoarjo dengan ditandai pelepasan puluhan balon ke udara. Suasana tampak meriah dengan iringan dangdut dan tepukan pengiring di pinggiran sungai. Perahu-perahu tradisional nelayan dihias berdasarkan kreativitas masing-masing, terparkir di pinggir-pinggir sungai telah siap melaju menunggu aba-aba pemandu acara. Tepat sebelum itu saya bersama empat orang rombongan pecinta petualang, Wiwik, Happy, Karni, dan Lukman dititipkan seorang teman setempat kepada pemilik perahu agar dapat mengikuti prosesi Nyadran sampai ke muara sungai yang diikuti lebih dari dua puluhan perahu nelayan.
Petualangan di Perjalanan Sungai
menikmati pesona sungai dan hawa sejuknya
Sebuah perahu tradisional dengan tenda penahan panas yang dihiasi bendera umbul-umbul dan beragam makanan dapur, sudah berkumpul ibu-ibu dan anak-anak yang siap menikmati panorama indah perjalanan sungai yang mungkin bukan pertama kalinya bagi mereka, tetapi mereka tetap sama antuasiasnya seperti kami yang baru mengalaminya saat ini.
Mesin diesel dari perahu-perahu mulai di nyalakan. Beberapa penonton yang tidak saling kenal di pinggiran suangi tampak melambaikan tangan kepada kami saat perahu mulai melaju. Meski saya tahu lambaian-lambaian mereka bukan sepenuhnya untuk kami yang merupakan pendatang, saya tak ragu untuk membalasnya bahwa kami akan kembali lagi ke dermaga ini. Ah, rasanya benar-benar tak jauh berbeda dengan naik kapal pesiar yang kami tonton di film Titanic itu. Lambaiannya tetap kami rasakan sepanjang bantaran sungai yang berpenduduk.
Arus sungai yang tenang, memberikan rasa nyaman pada perjalanan kali ini meski suara bising diesel membuat kami tak bisa banyak bercengkrama dan saling mengenal dengan ibu-ibu peserta Nyadran. Namun keakraban di dalam perahu terasa sangat kental. Perbekalan yang mereka bawa terhidang disana, mulai dari kerupuk udang dan petisnya yang terkenal dari Sidoarjo sampai gorengan, kacang rebus, serta tak ketinggalan air mineral yang memang telah dipersiapkan. Sementara kami sambil makan, sibuk membidikkan kamera kesegala arah penjuru sisi perahu.
Perjalanan baru dimulai, tiba-tiba mesin diesel di matikan, beberapa dari kami termasuk saya yang penasaran semburat berdiri dan ke luar atap melihat keadaan sekitar.
“Awas... Mbaaaaak, menunduuuuuuk,” teriak sopir perahu yang menjaga mesin diesel di belakang.
salah satu perahu besar
Saya sontak menunduk seketika. Rupanya perahu-perahu kami melewati bawah jembatan yang pembangunannya kurang tinggi. Sehingga ketika air sungai penuh banyak perahu yang kesusahan melewatinya. Segala pernah-pernik perahu yang tadinya didesain unik, terpaksa pada bagian yang menjulangnya harus di lepas, bahkan yang perahunya memang besar juga terpaksa melepas atapnya dan penumpangnya harus menundukkan kepala sampai dek perahu. Beruntung perahu yang kami tumpangi masih cukup melewatinya asal tidak ada yang berdiri seperti saya tadi.
Selepas itu tidak ada kendala berarti yang kami lewati. Setiap sisi perjalanan yang kami lihat tampak beragam tanaman bakau, juga beberapa burung bangau berleher jenjang berterbangan saat perahu kami mulai mendekatinya.
Pesona Kepetingan Dengan Dewi Sekardadu
jalanan setapak menuju makam
Satu setengah jam perjalanan mengikuti arus sungai, pukul 9.30 sampailah kami di tujuan wisata utama kali ini, makam Dewi Sekardadu. Konon, saat Syekh Maulana Ishaq, suaminya diusir raja Blambangan karena menyebarkan ajaran Islam, Dewi Sekardadu sedang hamil tua. Sehingga ia tidak ikut serta bersama suaminya.
Setelah anak laki-lakinya lahir. Bayi tersebut tidak diingikan oleh sebagian orang yang tahtanya terancam oleh kelahiran anaknya. Bayi mungil itu diculik, dimasukkan kedalam peti dan dipaku pada setiap tepinya, sehingga inilah yang membuat bayi mungil ini dikemudian hari dipanggil sebagai Raden Paku. Lantas melarungkan bayi dalam peti tersebut ke laut.
Dewi Sekardadu yang tahu hal ini, turut menceburkan dirinya ke laut untuk mengejar peti tersebut hingga dirinya meninggal di tengah laut karena tak mampu mengejarnya sementara Raden Paku sudah ditemukan oleh Dewi Pinatih dari Gresik.
Nelayan yang sedang melaut saat itu, menemukan mayatnya mengapung. Anehnya mayat tersebut mengapung karena di arak beramai-ramai oleh banyak ikan keting mengarah menuju sungai dimana disisi tersebut terdapat perkampungan warga. Oleh warga mayat tersebut dimakamkan dan menamakan daerah tersebut sebagai Kepetingan atau Ketingan, tempat transit Nyadran kali ini. 
depan pintu masuk sebelah timur
Sayangnya, ketika saya mencoba menerobos masuk agar lebih dekat dengan nisan. Banyak orang-orang yang memanfaatkannya untuk hal kesyirikan, menambah kekuatan, atau meminta pesugihan. Seperti pengakuan seorang ibu-ibu yang sempat saya tanyai ketika meminta sekar (bunga makam) kepada pak Samadi penjaga makam, hal itu ia lakukan untuk menambah penglaris dagangannya.

Cara Mereka Mensyukuri Nikmat
Karena tak banyak yang tahu, wisatawan yang datang ke tempat ini kebanyakan adalah warga lokal sekitar kecamatan Buduran, dan sebagian orang-orang Madura yang datang untuk mendoakan.
Kebetulan bertepatan saat acara Nyadran, tempat ini menjadi ramai. Meski jalanan setapak menuju makam masih berupa tanah liat, apalagi di musim hujan begini saat berjalan tanah seringkali menjerembab sepatu, saya tetap tak mau melewatinya. Bahkan rela melepaskan sepatu agar bisa berjalan lebih cepat.
Diatas balai-balai orang berkerumun yang terbagi dalam beberapa grup mengitari makanan yang sengaja turut serta mereka bawa. Nasi ayam panggang dalam tumpung yang amat sederhana dan beragam buah-buahan serta makanan lain.
Makanan-makanan ini bukan sesajen untuk makam atau untuk hal sirik. Makanan ini adalah tanda kesyukuran nelayan selama satu tahun yang mereka lewati kemarin. Sama halnya ketika saya mentraktir teman-teman saat ulang tahun untuk mensyukuri nikmat hidup selama satu tahun melewati umur saat itu. Saya bebas menentukan tempat dan memilih menu makanan, membeli atau membuatnya sendiri.
Suasana di makam Dewi Sekardadu
Begitupun orang-orang ini, mereka memilih membuat makanan sendiri dan membawanya kesini untuk makan bersama. Barulah setelah selesai membacakan doa, semua orang siap menyerbu makanan. Ada yang dimakan di tempat secara ramai-ramai, ada pula yang membungkusnya untuk dibawa pulang.
Karena tak mau menyia-nyiakan kesempatan di tempat ini yang cuma singgah sebentar, kamipun memanfaatkannya dengan menimkati es krim nostalgia di pinggiran tambak. Ya, es krim korek yang dijual keliling saat masa kecil saya ini sudah sangat langka, ditambah dengan udara sejuk yang masih sangat alami adalah dua perpaduan yang tidak dapat kami temukan jika kembali ke kota.
Meriahnya Pesta Nelayan di Atas Air Payau
Meski belum puas di Kepetingan, kami terpaksa mengakhirinya karena khawatir ketinggalan perahu. Perjalananpun berlanjut menuju muara sungai, pertemuan antara air sungai dan air laut.
Pukul 11.30 matahari bersinar terik diatas kami, cuaca cerah meski banyak mendung menggelanyuti langit biru. Akan tetapi sengatan panasnya masih bisa terbungkus oleh angin dan udara yang diberikan tanaman bakau di tepi-tepi sungai. Melihat berbagai perahu lain yang kami salip atau menyaksikan perahu lainnya yang saling salip menjadikan pemandangan unik bagi saya untuk dijadikan bidikan kamara. Tetapi akhirnya semua perahu memelan dan mematikan dieselnya, nampak puluhan perahu mengapung di tengah-tengah setelah menempuh 30 menit perjalanan dari Kepetingan.
Pada prosesi inilah moment yang ditunggu anak-anak. Mereka melepas semua baju hingga menyisakan celana dalam dan atasan kaos kutang bersiap untuk berenang. Saya yang tidak bisa berenang, diam-diam mengagumi anak-anak ini yang tak takut tenggelam. Rupanya saya salah, pada muara sugai kedalaman sungai sudah tidak seberapa. Bahkan hanya sebatas pinggang anak kecil.
susana makan-makan di atas goyangan perahu
Puluhan perahu dibiarkan terapung dengan pemandangan anak-anak saling bermain melempar air, atau bahkan ada yang memanfaatkannya dengan mencari kerang. Tak ketinggalan dengung bunyi dangdutan pun terdengar dari sebuah perahu yang sengaja khusus membawa sound system. Layaknya sebuah pesta sebenarnya, bedanya ini dilakukan diatas air.
Sementara kami dan para orang tua hanya bisa menyaksikan dan menunggui mereka dari atas perahu. Satu tumpeng makanan yang tidak diikutkan dalam syukuran sebelumnya, menjadi santapan kami siang ini. sungguh nikmat dan berbeda rasanya makan diatas laut seperti. Apalagi dengan perahu yang dibiarkan terombang-ambing. Memang beginilah pestanya nelayan, sungguh ini moment paling mengasyikkan dari semua prosesi ini.
Puas berenang dan kenyang makan, dengan sengatan matahari semakin terasa. Kamipun kembali ke dermaga bluru degan membawa satu ember kecil kerang dan satu ekor ikan yang baru saya tahu, mereka menyebutnya ikan mimi.
Capek dan lelah begitulah yang terlihat, banyak penumpang perahu yang tertidur ketika perjalanan pulang, sementara mesin diesel masih menjadi musik pengiring meski kebisingannya sangat mengganggu dan memekakkan telinga.
Perjalanan Mecapai Ketingan dan Estimasi Biaya :
papan petunjuk ke pasar ikan/ketingan
Tempat ini tidak jauh dari pusat kota Sidoarjo, arah timur alun-alun kota Sidoarjo menuju jalan Yos Sudarso, lurus menuju Pasar Ikan baru. Untuk mencapai ke tempat ini kebanyakan dari penduduk setempat mengandalkan motor kemudian diparkir di rumah-rumah warga dengan tarif beragam, mulai dari Rp. 2.000 – Rp 5.000 per hari.
Atau jika memanfaatkan jasa angkutan umum, dari terminal purabaya menuju Sidoajo cukup ditempuh dengan angkot dan berhenti di alun-alun Sidoarjo dengan tarif Rp. 3.000 – Rp. 3.500. Kemudian dilanjutkan dengan naik becak menuju dermaga Bluru Kidul atau Pasar Ikan baru dengan tarif Rp. 10.000 – Rp. 15.000. Selanjutnya bisa menyewa perahu motor nelayan seharga Rp. 300.000, bisa untuk mengangkut kurang lebih 20 orang, sudah include ongkos dua orang supir perahu dan keneknya. Penyewaan ini juga bisa sehari penuh, sampai sore atau sampai malam tergantung kebutuhan dan perjanjian di awal sewa. Dan jika berminat berkunjung ke tempat ini saya menyarankan untuk membuat rombongan agar bisa menekan budget yang di keluarkan.
selamat berlayar: melajulah perahuku

Feel Free To Follow My Blog