Wednesday, February 29, 2012

Kisah Islam: Menemukan Hidayah Iman

Pergolakan Batin Meraih Hidayah-Nya
By. Nunu El Fasa

Tanpa banyak pertimbangan, entah kenapa dulu aku langsung menerima lamaran mas Danu. Padahal jelas-jelas aku tidak seiman dengannya yang orang muslim. Mama dan Papa juga tidak setuju dan hanya merestui kalo aku tetap memegang iman turunan keluargaku yang nasrani, oleh mas Danu diterima begitu saja padahal aku tahu iman mas Danu sangat kuat, kenapa mau menikah denganku yang non muslim?. Banyak juga teman-teman muslimahnya yang juga aku yakin lebih menarik daripada aku yang keturunan china. Dan anehnya dengan satu syarat mudah papa merestui hubungan kami. Mungkin yang menjadi nilai lebih, mas Danu adalah dari keluarga berada yang sederajat lebih tinggi dari keluargaku.
Kamipun menikah, tanpa embel-embel cinta yang bisa kuberikan kepada mas Danu. Sekian lama menikah hingga dikaruniai dua orang anak yang cantik dan sholeh, aku belum bisa melupakan cinta pertamaku kepada Hardian. Ruang hatiku sudah ditempatinya, tak sedikit tersisa untuk bisa ditempati mas Danu.
Aku dan Hardian berpacaran di masa SMA, dia laki-laki smart yang mampu membuatku mencintainya meski kami beda agama. Tanpa restu orangtua tapi kami berhasil menjalani hingga lulus SMA dan memutuskan kuliah di Surabaya. Sedangkan aku, papa tak inginkan aku kuliah di Surabaya. Aku menurut dan merelakan Hardian kuliah di Surabaya dengan Janjinya kembali ke kota untuk menikah denganku.
Aku sangat menanti janjinya, janji yang selalu kugenggam hingga tak kubiarkan cintaku mati. Tak inginkan orang lain menggantikannya meski papa selalu inginkan aku segera menikah. Duh Hardian, kau lupakah dengan yang kau janjikan? Sudah empat tahun lebih tapi tak pernah Hardian kembali dengan kabarnya.
Akhirnya, dia datang membawaku mengulang masa laluku. Tapi aku sadar, aku sudah bersuamikan mas Danu dengan dua orang anak yang masih butuh-butuhnya kasih sayangku. Aku kembali menaruh harapan dan kebahagiaanku kepada Hardian.
Dia, masih care seperti dulu, BBM yang selalu dia kirimkan sedikit mengurangi rindu yang masih kusimpan, tak pernah lupa setiap hari Hardian meneleponku. Ku akui aku masih cinta Hardian, ada rasa keinginan yang mendalam untukku bisa bersamanya kembali.
Seorang teman curhatku di masa SMA yang tahu tentang hubungan kami, sampai menasehatiku,
“Ingat Shel, Ingat sama suami dan anak-anakmu. Rahardian hanya kisah masa lalumu. Lagi pula kau kan sudah tau kalau dia juga punya lima anak dari dua mantan istrinya”
“Entahlah Tik, aku juga bingung. Hubunganku sendiri dengan mas Danu juga sedang tidak harmonis. Kau tau kan, baru dua hari ini aku pulang kerumah setelah dua bulan aku tinggal di rumah papa. Lagi-lagi pertengkaran kami dipicu oleh urusan keyakinan yang tidak ada ujungnya. Aku suda capek tik, capek! Sampai seminggu aku terkapar di rumah sakit, gara-gara memikirkan Hardian dan Permasalahan keluargaku”
“Iya Shel, aku ngerti”
“Kalaupun bukan karna anak-anakku dan janji mas Danu untuk tidak mengungkit-ungkit tentang keyakinanku dan putriku. Aku sudah menyusul Hardian ke Kalimantan”
“Shel, pliiiiiss dengarkan aku. Sekali ini aja! Kamu mau menggantungkan kebahagiaanmu dengan Rahardian yang tidak jelas hidupnya di Kalimantan?. Sementara kamu disini sudah hidup enak dengan keluargamu. Semua sudah dicukupi oleh mas Danu. Rumah, mobil, dan kebutuhanmu. Sedangkan di Kaltim, apa iya Rahardian masih seperti yang dulu setelah sekian tahun berpisah”
“Coba pikir deh Shel, dia sudah gagal menikah dua kali Shel. Sementara dia punya anak dengan mantan istri pertamanya yang seorang dokter di Surabaya. Dan dari Istri keduanya yang seorang penari memiliki dua anak. Lima anak Shel yang menjadi tanggungan Hardian. Apa kamu yakin bisa mengatasi lima orang anak tirimu nantinya. Dan lagi kalaupun Rahardian orang yang pantas untuk dicintai, kenapa mantan-mantan istrinya tidak berkenan ikut Hardian merantau ke Kalimantan. Malah, kudengar yang istri kedua pergi meninggalkannya. Sedangkan kamu, yang hidupnya sudah bahagia, ingin menyusulnya kesana."
“Kamu dengan mas Danu bukan tidak bahagia, tapi kamu yang tidak menghedaki dirimu bahagia bersama mas Danu. Cobalah buka sedikit hatimu untuk mas Danu, aku yakin kamu bisa bahagia bersama keluargamu”
Panjang lebar Etik memberi pemahaman tentang kondisi Rahardian dan aku yang sudah berkeluarga. Pikiranku sedikit terbuka, meski tidak kupungkiri masih terbesit rasa terhadap Hardian. Aaarrrggghhh….
Ada benarnya perkataan Etik, entah kenapa aku bisa berjanji sama Hardian untuk pindah memeluk Islam tapi kenapa tidak kepada mas Danu. Padahal jelas-jelas mas Danulah masa depanku. Hatiku sudah kututup dengan Rahardian dan aku yang harus membukanya untuk mas Danu.
Dan benar saja,
Suatu ketika hadir tetangga baru di tempatku dari Kalimantan. Yang ternyata dia juga satu lingkungan dengan Rahardian di Kalimantan. Awalnya aku tidak percaya, mungkin banyak yang memiliki kesamaan, bukan rahardianku. Dia menunjukkan foto Rahardian yang ku kenal. Iseng-iseng aku menanyakan kabarnya. Setelah dengan sengaja aku ganti nomor untuk menghindarinya sudah tidak lagi aku mendengar kabarnya.
“Oalah mba, Mas Dian disana sering gonta-ganti pacar. Wanita yang dibawa pulang selalu beda orangnya. Mungkin dia frustasi ditinggal sama istrinya dulu. Tapi emang benar sih istrinya, Lha wong mas Dian juga tidak perduli dengan Istrinya."
Astaga. Sebegitunyakah hidupmu disana Hardian? Apakah aku pantas jika aku masih mencintaimu sementara aku mengacuhkan cinta mas Danu yang jelas-jelas begitu menyayangi aku. Ternyata Tuhan sudah membuka kedua mataku, untuk merelakanmu. Aku bersyukur aku tidak salah mengambil keputusan mempertahankan suami yang begitu penyayang terhadapku.
Pelan-pelan aku bisa menerima mas Danu karena aku percaya mas Danulah imam keluargaku selama ini dan aku kembali mengikrarkan cintaku dengan dua kalimat syahadat dengan tuntunan Ustad Fauzi, teman mas Danu. Subhanalloh Kan ku genggam hidayah ini erat-erat selamanya, karena aku yakin mas Danulah Imamku dan Islam agamaku.
“Pada hari ini Aku telah sempurnakan agamamu (Islam) dan Aku telah melimpahkan nikmat-Ku padamu, dan Aku ridha Islam sebagai agamamu.” (Q.S. 5:3)[.]

Pengalaman seseorang yang telah diceritakan oleh seorang teman
Nunu El-fasa

NB : Ini bukan kisah saya, tapi pengalaman seseorang yang diceritakan teman kepada saya. Jadi tolong jangan dianggap kisah saya, saya hanya menuliskannya. Meski ini True Story tapi semua nama disamarkan. So, jangan dianggap ini kisahnya ustad Danu yang di TV itu yaa.. Hehehe maaph soalnya sering ada yang nanyain:D. Just the name, boleh sama dong tapi beda orangnya :D



Resensi


Daftar buku yang saya resensi :
Daftar Resensi Saya
  1. The Mint Heart by Ayuwidyapublish on web Unsa
  2. My Perfect Sunset by Kyria
  3. Meniti Kehidupan Agung by Rafif Amir Ahnaf
  4. Best Of Seoul & Sekitarnya by Deasy Rosalina dkk, Publish On Web IIDN & Koran Jakarta edisi 14 Juni 2013
  5. Alway Be In Your Heart : Pulang Ke Hatimu : by Shabrina WS
  6. StoryCake For Your Life: Mompreneur by Ari Kurnia dkk, Publish on Web IIDN
  7. Rahasia Sukses Budidaya Itik Petelur dan Pedaging by Liana Mutiawaty, Publish on Web IIDN
  8. Pecahkan rekor masak enak Junior master chef by Anti Aprilyanti Suganti, Publish on Web IIDN
  9. Kamu Narsis atau Eksis? by Navita Kristi AstutiPublish on Web IIDN
  10. Bukan Buku Best Seller by Indari Mastuti dan Pritha KhalidaPublish on Web IIDN
  11. 4 Cermin Flora by Dhony Firmansyah
  12. Yang Kedua by Riawani Elyta
  13. Bunda, Seks Itu Apa Sih by Nahda Kurnia dan Ellen Tjandra, publish on Majalah Potret
  14. Virus Mompreneur by Indari Mastuti dan Julie Navapublish on harian Koran Jakarta
  15. Sejuta Pelangi by Oki Setiana Dewi
  16. PING, A Message From Borneo by Shabrina WS dan Riawani ElytaPublish On Koran Jakarta
  17. My Idiot Brother by Agnes Davonar

Tuesday, February 28, 2012

Tugas Negara


-->
Sebuah pesan masuk membunyikan BBnya Jajus

Glodak..Pyoooooooong. Meski suaranya lirih getarannya mengagetkan Jajus yang lagi asyik berjemur di tepi kolam.

Dentje:
Hey.. Bulu Ketek, jgn enk-enkan dluar sna. Hrusnya lu yg dpenjra, not me!. Asyem Lu!

“Gue bersyukur tukar wajah sama Lu den, gue bisa bebas dengan tetap menjalankan aksi gue sebagai mafia”  Gumannya seraya menyedot es jeruk yang dibawakan pelayan hotel.

Dasar emang muka mafia, bukannya menjawab BB Dentje malah menggoda pelayan yang bohai itu.

“Non, mau uang nggak?!” sambil sedikit meraba jail “bongkukong” yang lagi menunduk

“Sapa sih pak yang nolak uang, tapi saya lebih mau ……..”

Ploooookkkk. Sebuah tamparan mendarat di pipi Jajus.

“Asyem!” umpatnya.

Glodak.. Pyoooooooong. BBnya berbunyi lagi:

Dentje:
Ingt misi Negra qta bulu ketek,  jk Lu mau slmt dr jratn hkm. Jngn sampai ada yg tau ttg misi qta. Pkokx Lu hrs bsa ngluarkn gue dr sni. Gue stress ign jln2 kmakau sebentar.

Jajus:
Itu sih derita Lu. Bknx Elu yg minta mainkan peran gue utuk mngungkp mafia pajak, sbg wrg Negara yg baik gue hnya mnjlankan tgas membantu Satgas. Ohya. Istri Lu ok jg

Dentje:
Lu bs pke kkuasaan gue sbg satgas utk ngeluarkn dr penjara buluk ini. Tapi Jgn mcm2 sm family gue, bulu ketek! Akn qhabsi kau!

Jajus:
Ok2 sbr bos! Cuma sekali aja kok. Jgn khwatir Ank buah Lu udh gue sruh bikin passport. Ntar Lu bs langsung ke aerpot  n ktemu gue dsni.

Dentje:
Tiiiitiiiiiiiiiiiitt (sensor)

Dentje Indrayoni yang berwajah Jajus semakin strees, tak sabar ingin segera bebas dan menghabisi orang yang dia panggil bulu ketek.

*****

Jajus yang sedang asyik makan di tepi kolam renang di datangi orang yang berwajah dirinya, yang tidak lain adalah Dentje asli. Sontak, langsung melayangkan pukulan ke wajah tambun Jajus.

Jajus bisa mengelak, “eits.. sabar bos, kita makan dulu. Oke!”

“eneg gue makan. Daripada emosi terus pake wajah elu yang kayak bulu ketek, mending gue berenang”

Tanpa di sadari saat dia berjemur usai berenang, beberapa polisi lengkap senjata menggerebeknya. Tak bisa berkutik dan terus-terus mengumpat ke muka Jajus yang hanya di balasnya dengan “Sukuriiin,…. Emang enak di penjara!!! Weeeekkksss” sambil menjulurkan lidahnya[.]

Monday, February 27, 2012

Karena Ledakan Elpiji

--> *Inspirasi dari Kisah Nyata Seorang yatim korban Ledakan Elpiji

Hari menjelang Idul Fitri, banyak orang bersuka cita menantikan hari kemenangan yang tinggal setengah hari. Jalanan macet, pasar *prepekan ramai pengunjung dan anak-anak sebayaku pun turut bergembira. Kami berkumpul dihalaman bersorak-sorai menantikan hari dimana kami memakai baju baru, sepatu atau sandal baru dengan limpahan makanan dan jajanan enak khas lebaran. Ditambah lagi dengan uang saku lebaran membuat kami tak sabar menantikannya.
Akupun merasakan gembira yang sama seperti teman-temanku, hanya saja aku melewatinya dengan sederhana tanpa baju baru. Ibuku yang hanya seorang buruh pabrik gajinya hanya cukup untuk biaya hidup saja. Jangankan baju baru atau sepatu baru, untuk membayar sekolahku aku dibantu oleh panti Al-Hikmah tempat pengasuhanku.

Sejak ayahku meninggal ketika aku kelas lima sekolah dasar, aku sudah menjadi anak asuh panti tersebut yang menjadi asuhan ustad mochammad Ji’in. Disana aku banyak teman senasib denganku tapi aku tidak tega meniggalkan ibu dirumah sehingga aku memilih untuk tinggal bersama ibu dengan tetap mengikuti segala agenda kegiatan panti.
Dan sore itu, sebagai anak tunggal dan baktiku pada ayah, aku mengunjungi makamnya yang sudah menjadi tradisi kami di malam lebaran. Meski usiaku masih tergolong muda, 14 tahun, aku tak ragu pergi kemakan. Banyak kujumpa juga teman-temanku yang mengunjungi makan keluarganya tapi mereka ditemani ayah atau kakeknya. Dan aku, sendiri! Rasa takut yang menghinggapi sirna oleh rindu hati dengan ayah yang sudah tiga tahun meninggalkanku. Kini aku datang untuk menjumpai nisannya.
Sosoknya begitu sangat kurindukan. Jujur, saat-saat inilah aku sangat membutuhkannya, perhatian dan perlindungannya, serta dorongan semangatnya dalam meniti hidup ini. Kadang aku tak sanggup melihat ibu yang berjuang sendiri menafkahi keluarga. Beban hidupnya terlalu berat sebagai seorang wanita. Tapi ibuku wanita super yang selalu aku banggakan bisa menggantikan peran tanggung jawab ayah sebagai kepala keluarga merangkap perannya sebagai ibu yang begitu penyayang. Hingga saat malam takbiran seperti inipun, ibuku belum juga pulang, masih lembur kerja di pabrik.
Sehingga, bibiku yang sibuk di dapur sore itu, membuat makanan kenduri untuk ayah mengiringi ziarahku. Hingga aku pulang, ibu belum juga pulang, dan bibi masih belum selesai dengan kesibukannya. Aku berharap bisa membantunya supaya cepat selesai, tapi bibi tidak mengijinkan “tinggalkan pin, dicuci nanti saja kalau sudah beres semua”.
Aku beranjak keruang tengah yang tak jauh jaraknya dari dapur. Kunyalakan TV untuk menyaksisakan kemeriahan Idul Fitri sambil menunggu kenduri. Tiba-tiba dari dapur tercium bau gas yang bocor, bibi yang ada didapur panik dan mematikan kompornya. Tapi bau gasnya tak juga hilang.
Memang, sebelumnya bibi lebih sering memakai pawon atau kompur kayu dan hanya beberapa bulan ini saja kami memakai kompor gas yang kami terima gratis dari pemerintah. Bibi bingung dan panik tidak tau apa yang harusnya dilakukan. Bibi membawa kompornya ke kamar mandi berharap bisa hilang kalau di masukkan dalam air. Namun sia-sia, belum sampai dikamar mandi, kompor gas yang di pegangnya meledak. Bukan ledakan biasa, ledakan petasan yang sedang dimainkan anak-anak di malam lebaran, bukan! Ledakan yang menghabiskan hampir separo rumahku. Rumah tetangga kiri dan kanankupun ikut menjadi korban.
Seketika aku merasakan api membakar tubuhku, sekujur tubuhku merasakan sakit ditusuk-tusuk api. Banyak kudengar orang menjerit dan berdatangan kerumah. Menerobos api menolong keluarga kami yang tak berdaya.
Yang ada dalam pikiranku hanyalah ibu, dimana ibuku? Bagaimana ibuku jika mengetahui hal ini. Belum kering lukanya ditinggal ayah, mara bahaya sudah datang menyapa. Dan bibiku? Bukankah tadi dia yang memegang kompornya? Bagaimana kondisinya? Ingin aku berlari menghampirinya dikamar mandi, melihat kondisinya. Tapi aku sendiri tak berdaya. Tubuhku kaku tak dapat bergerak.
Beberapa orang menolongku dan mendekap tubuhku dengan kain basah untuk menghangatkan. Dalam kondisi setengah sadar merasakan panasnya kulitku, aku di bopong ke mobil bersama bibi dan satu orang tetanggaku yang terkena ledakan. Tuhan…. Beginikah hidupku akan berakhir. Tak berdaya tubuhku diantara tangisan pengantar dalam mobil.
Entah berapa korbannya, yang kudengarkan hanyalah tangisan. Mungkin itu ibuku? Atau tangisan untuk jiwaku yang sudah terlepas dari ruhku? Semua penuh tanda Tanya yang tak dapat kuingat dengan pasti.Tau-tau aku bangun ibu sudah disampingku. Matanya sembab, menyembunyikan dan menahan tangisan duka yang menghinggapi hatinya. Bagaimana tidak karena kejadian itu, bibiku dan satu orang tetanggaku meninggal dunia. Ditambah lagi dengan kondisiku yang semakin kritis.
Luka bakar di tubuhku terjadi 80%, hampir habis dilalap sijago merah. Sekujur tubuh panas, setiap saat harus terkena kipas. Jika kipasan ibu berhenti sebentar saja, aku sudah menjerit, ingin menggaruk-garuk menahan gatal-gatal panas ini.Kaki, tangan, punggung dan mukaku sudah tidak berbentuk. Sudah tidak terlihat kulit lagi, daging memerah bekas terbakar. Sungguh sangat mengenaskan kondisiku. Sehingga aku harus operasi untuk memperbaiki tubuhku dan mengobati luka bakarnya.
Hari lebaran harusnya bergembira seperti yang kubayangkan kemarin sore, meski tanpa baju baru, sepatau atau sandal baru. Setidaknya tidak membuat ibu menangis dengan melihatku tergeletak dirumah sakit seperti mayat hidup.
Ya… Allah aku menambahi beban ibu, darimana ibu mendapatkan uang untuk membayar operasiku yang menelan uang dua belas juta. Sebanyak apa uangnya aku tidak tau. Tapi aku bisa memperkirakan uang itu sangat-sangatlah besar bagi seorang ibu rumah tangga yang hanya buruh pabrik.
Satu per satu tetangga membesukku, roti, susu dan buah menumpuk di meja. Tak jarang mereka menaruh iba kepada kelaurga kami memberikan uang, menyelipkan diantara lipatan selimut. Meski nilainya sangatlah sedikit dari nilai operasiku yang harus dibayarkan setidaknya aku bersyukur memiliki tetangga yang begitu mulia seperti mereka. Dan Alhamdulillah berkat usaha pak erte mengumpulkan sumbangan dari masyarakat, terkumpul dana untuk membayarnya.
Operasi pertamaku berjalan lancar, mukaku yang sudah tidak berbentuk memiliki daging tambalan yang diambilkan dari daging pahaku. Sangat tidak sempurna jika dibandingkan dengan ciptaan Tuhan sebelumnya. Aku menangis melihat perubahan wajah dan tubuhku. Malulah aku untuk bertemu dengan teman-temanku. Mau bagaimana lagi, inilah suratan yang harus ku terima! Lha haula wala kuwaata illah billah.
Hingga operasi yang kedua, tak juga dapat mengembalikan percaya diriku. Karena vonis dokter memperkirakan aku akan cacat seumur. Toh juga tidak bisa sembuh seutuhnya, aku memilih hengkang dari rumahsakit agar tidak banyak uang yang dikeluarkan.
Kejadian ini sudah berlalu hampir satu semester, dan selama itu pula aku tidak masuk sekolah. Teman-teman dan guruku datang kerumah mengharapkan kehadiranku disekolah bersama mereka. Keinginan itu sangat kuat tertanam dihati, bisa sekolah lagi. Tapi untuk berdiri dan berjalan saja aku tidak bisa, setiap hari tubuhku hanya terbaring lemah diatas dipan dengan kipas angin terus memutar di sampingku. Karena, tubuhku terasa kepanasan dan gatal-gatal jika semenit saja terlepas dari kipas angin.
Apakah aku akan terus begini? Aku tidak mau. Aku ingin sekolah. Bagaimanapun aku juga memiliki cita-cita dan pengharapan menjadi seorang guru. Seperti teman-teman aku juga ingin membanggakan orang tuaku dan tidak mau hanya menjadi beban baginya.
------------------
Semua yang terjadi pada diri Arifin adalah kuasa Allah SWT. Tidak ada yang bisa menolak jika sudah sekenarionya. Dalam kondisi keyatiman dan kemiskinannya Arifin juga harus menanggung derita seumur hidup akibat kecelakaan yang tidak pernah dimintanya. Bencana itu ibarat pisau yang telah memotong talinya untuk mencapai pengharapannya. Diri dan keluarganya sudah berusaha menyambung tali itu. Namun masih belum kuat dan masih perlu bantuan untuk menguatkan simpul ikatannya. Andakah itu??

Surabaya, 22 Juni 2010
Nunu El-fasa

Mari Berdonasi Di Yatim Mandiri




Friday, February 24, 2012

Tentang Komitmennya Yang Tertunda


Komitment itu penting tapi bukan satu-satunya jalan menunjukkan cinta (Nunu El Fasa)

Di bawah pohon beringin ini tempat kami dulu berpisah arah. Tanpa berbye-bye ria seperti pasangan kekasih lain sekedar melambaikan tangan atau basa-basi mengucapkan kalimat sayang kami terus memacu langkah menuju masing-masing kelas kami yang berbada. Dia seniorku satu tahun di atasku. Begitupun selesai kuliah, disini pula tempat kami saling menunggu untuk mengantarku pulang.
Kami ngobrol sambil sesekali tanganku meraih akar beringin yang menjuntai mengurangi rasa gugup ini. Ku lumat, ku remas-remas dengan jariku, entah sudah berapa banyak akar yang kuhabiskan aku belum juga bisa menguasai segala rasa yang bergelanyut ini tentang seribu pertanyaan untuknya.

“Masih ingatkah aku dulu sering mengikat rambutmu dengan akar ini”

“Tidak ada yang aku lupa, tentangmu dan tentang kita disini. Kau tidak pernah bawel seperti teman-teman lainnya yang selalu menyuruhku memotong rambut gondrongku. Padahal saat itu aku menunggumu yang menyuruhku. Tapi kau dengan lembut merapikannya dengan akar ini”, dia tersenyum dan menolehku.

Aku tidak merasakan pacaran ketika itu, tapi aku merasakan betapa senangnya menjadi pacarnya. Meski tidak ada acara valentine, kado ulang tahun, atau sekedar bermalam minggu. Dia berbeda, itu yang membuat aku suka. Tapi dia orang yang penuh kejutan.

Pernah di hari jadi kami berdua yang tidak jauh di hari ulang tahunku. Dia membuat event musik dengan mengundang komunitas OI di Malang. Aku pikir ini adalah acara biasa. Tapi usai acara ketika semua panitia berkumpul makan-makan dan potong tumpeng di depan rekan-rekannya dia katakan tentang Aniversary pertama. Itulah kado terindahnya yang tidak pernah aku lupa.

Namun, di tahun keempat sebelum akhirnya aku di wisuda ibu mengungkapkan rahasia yang tidak kuduga tetang perjodohanku dengan anak kyai temannya ayah. Hingga akhirnya itu yang membuat kami berpisah. Aku menghilang begitu saja. Padahal niat untuk menikahiku sudah diutarakan di depan orangtuanya ketika aku bertandang ke rumahnya.

“maafkan aku, dulu…… “, aku terdiam ketika telunjuknya menempel di bibirku. Aku tak kuasa melanjutkannya.

“kau tidak perlu minta maaf, keputusanmu sudah tepat untuk taat kepada orangtua ketika itu. Aku tidak marah dan membencimu karenaak marah dan membencimu, keputusanmu sudah tepat untuk taat kepada orangtua. dan  rumahnya.  aku tidak salah memilih perempuanku”

“termasuk saat ini ketika kamu menikahi janda satu anak sepertiku ”

“aku selalu berharap kau bahagia bersama keluargamu, namun aku tidak kuasa setalah suamimu meninggal. Aku ingin menebus apa yang dulu pernah tertunda”

“jadi, ini bukan karena kasihan terhadap aku dan anakku kan”

“tidak”, katanya tegas. “Entahlah aku selalu mendapat segala firasat tentangmu. Kau mungkin lupa, kau sering mendapat sms dari nomor yang tidak kau kenal hanya sekedar mengingatkan ‘hati-hati’. Dan aku tidak mau mengangkatnya ketika kau berbalik menelponku. Termasuk sesaat sebelum suamimu kecalakaan itu.”

“kenapa kau melakukan itu? Ppadahal aku sudah berfirasat itu kamu dan ingin memastikannya sajaadahal aku sudah berfirasat itu kamu dan ingin memastikannya saja.suamimu kecalakaan"a firasat tentangmu.  'an anakku kan"?”
“aku hanya ingin menjaga cintaku, agar tidak menggangguidak mau mengangkatnya ketika kau berbalik menelponku. kebahagiaan rumah tanggamu”, jelasnya dengan menyentuh dada.

Aku bahagia mendengarnya. Dari dulu dia memang lelaki setia, dia tetap mencintaiku dengan caranya padahal sudah 10 tahun kisah kami berlalu namun dia datang dengan cinta yang tidak pernah berkurang bahkan setelah aku merasa sudah menyakitinya.

Anakku yang berumur 5 tahun itu berlari menghampiriku, “ibuuuuuuu… ini bunga, ayo kita ke makam ayah” serunya sambil membawa bunga yang dia rangkai dari taman UIN di depan sana.

“ayah baru,, mau kan menemani aku dan ibu ke makam ayah?”, pintanya kepada suamiku.

Dia meraih lengan anakku sampai di dadanya dan mendekatkan kedua hidung mereka seraya berkata, “tentu saja sayang”. Aku bahagia mengiringi di samping kirinya dan menggapit tangan suamiku sambil kurasakan rasa mual yang menghinggapi perutku sejak kemarin.

Maka Nikmat Tuhan Manakah Yang Aku Dustakanmereka seraya berkata, " m ayah?" setelah aku menyakitinya.
 dia datang dengan cinta yang sama. mungkin

Thursday, February 23, 2012

oleh-oleh browsing penerbit

Gara-gara hunting penerbit untuk nerbitin buku saya tentang tema matematika... berikut oleh-oleh link dari sayah...

  1. Bentang Pustaka : Lini Penerbit Mizan 
  2. Dar Mizan : Menerbitkan buku - buku anak lini Mizan
  3. Elex Media : Buku Remaja Dan Buku Anak
  4. Gramedia Pustaka Utama : yang saya tau penerbit nasional berskala besar
  5. Indonesia Tera :  Buku bahasa, Buku anak, Buku eksterior dan Interior
  6. Leutika Prio : Penerbit indie segala macam genre buku (Lini Leutika)
  7. Lingkar Pena Pubishing House : Penerbit FLP
  8. Mizan Media Utama
  9. Pelangi Mizan
  10. Diva Press
  11.  
 ah itu dulu nanti saya tambahi lagi

Wednesday, February 22, 2012

Aku di Hari Ulang Tahun Boden Powell












Usai masak. Gue dikejutkan sebuah telepon dari sebuah Radio Perempuan, She Radio. Suara di seberang memintaku untuk on air membahas tentang buku saya berjudul "I am Proud To Be Scout". Ha? Apa hubungannya emang radio perempuan dengan buku gue. Ternyata oh ternyata gue sampai lupa ini adalah hari kepanduan Dunia, dimana 155 tahun silam, tepatnya 22 Februari 1857 Lord Robert Stephenson Smith Boden Powell of Gifwell lahir. Yups, beliau adalah bapak pandu dunia atau kiblatnya gerakan pramuka. Dalam artian buku gue tepat dengan tema pembahasan mereka saat ini.

Seumur-umur benerean gue tidak pernah yang namanya on air. Kepengen sih kayak pendengar radio yang dengan PDnya menelpon ke radio untuk bicara dengan penyiaranya, atau sekedar menyapa teman yang juga sama-sama mendengarkan. Tapi hingga hari ini aku lebih memilih untuk mendengarkan saja. Pernah sekali gue onair itupun rame-rame ngrecokin penyiarnya dan datang langsung di Radio bukan seperti telepon begini. xixixi this is my first time gue diminta ngomong serius tentang buku gue. Antara menerima dan tidak gue menerima tawaran tersebut, itung-itung gue sambil promo buku :)

Benerean nervous. Apalagi dalam telinga gue mendengar dobel suara, apa yang barusan gue omongin mantul kembali ke telinga gue. So, gue jadi dobel konsentrasi antara ngomong dan mendengarkan. Dalam ati, 'emang begini ya on air by phone itu?'

Sampai nulis inipun gue masih bisa merasakan nervous tersebut, ngejer gile! Berbagai perasaan bergelanyut, antara tadi gue salah ngomong nggak ya? Atau kecewa tidak ya radio sudah on air dengan gue? Gimana ya ngilanginnya? Hihihi entahlah, yang pasti gue sudah berusaha memberikan yang terbaik di hari ulang tahunnya Baden Powell kali ini berkat She Radio. Selamat Ulang Tahun Baden Powell :) Terimakasih She Radio

Agar Minyak Tak Berbusa Saat Menggoreng Telur

Menggoreng telur dapat membuat minyak berbusa jika tidak tahu tipsnya (Credit Gambar)
Moms, aku enggak tahu kenapa ketika menggoreng telur dadar minyaknya selalu berbusa ya? Apalagi busanya enggak bisa hilang buat dipakai menggoreng makanan lainnya, seperti tahu dan tempe. Termasuk juga menggoreng makanan berbahan telur pasti deh pada penggorengan pertama saja sudah nggak jernih minyaknya.

Dan paling sebelnya ketika menggoreng perkedel kentang yang dibalut telur. Satu wajan penuh dengan busa hingga tidak terlihat perkedel yang digoreng. Tahu-tahu perkedelnya gosong. Atau kalau takut-takut gosong, dibolak-balik padahal perkedelnya belum begitu matang. Sampai-sampai perkedelnya hancur. Hemmm.... (Baca juga: Resep Perkedel Kendang - kentang dan pindang)
Masakan berbahan telur (credit gambar)
Tapi, beruntung aku memiliki mertua yang memberitahu tips supaya minyak enggak berbusa. Tetap jernih minyaknya saat atau sesudah menggoreng. Sehingga hasil perkedelnya tetep cantik. Yaitu dengan menambahkan minyak goreng ketika mengocok telur. Tapi minyaknya minyak yang dingin ya moms, bukan minyak yang sedang dipanasin. Bisa-bisa telurnya mateng sebelum di goreng. Hehehehehe. Selamat mencoba ya Moms:D

Tuesday, February 21, 2012

Antara Jodoh dan Takdir


Berbicara jodoh nggak akan pernah ketemu ujungnya. Entahlah dari dulu gue ga pernah ngerti dengan definisi jodoh yang yang sebenarnya.

Orang-orang selalu bilang mama adalah jodoh papa gue begitupun sebaliknya. Akan tetapi jika kita melihat fenomena yang ada di masyarakat, jujur gue jadi tidak bisa mengatakan bahwa jodoh adalah orang yang menikah dengan kita nantinya.

Coba kita perhatikan yang jelas-jelas terlihat mata saja. Missal kita berbicara Krisdayanti (ini, bukan menggosip lho ya!). Dulu, mungkin masyarakat menilai Ananglah jodoh krisdayanti. Tapi ketika mereka bercerai, lantas mereka tidak berjodoh lagi?! Atau, ya jodohnya Anang dan Krisdayanti sampai mereka bercerai. Jadi, dari sini definisi jodoh berubah, jodoh itu mempunyai masanya. Benarkah demikian?!

Bagaimana kalau kita beralih kepada pernikahan Alm. Ajie Masaid dengan Angie. Kejadiannya mungkin sama ketika Alm. Ajie – Reza Artamevia dengan Anang – KD. Tapi ketika Alm. Ajie menikah dengan Angie, lantas yang disebut dengan jodohnya Alm. Ajie itu siapa? Reza Artamevia-kah? atau Angiekah? Mungkin juga bisa keduanya dengan menyebutkan jodoh Alm. Ajie dan Reza sampai mereka bercerai dan Ajie berjodoh lagi dengan Angie, mungkinkah demikian?
Namun, definisi gue yang terakhir ini termentahkan ketika gue mengkhayal. Bagaimana ketika Angie menikah lagi? Kalau disebutkan jodoh Alm Ajie dan Angie hanya sampai ketika Angie menikah lagi, berarti Alm. Ajie tidak punya jodoh dong? Padahal kalau menurut orang jawa, jodohlah yang akan menemani kita di surga nanti. Makanya orang jawa, pasangan yang begitu mencintai suami/istrinya yang telah meninggal. Kadang mereka tidak mau menikah lagi karena saking inginnya bertemu dan saling menemani di Surga. Lalu, bagaimana dengan Alm. Ajie, tidakkah dia memiliki jodoh yang akan menemaninya di Surga?

Au ah, rumit kalau berbicara jodoh. Namun gue selalu percaya jodoh adalah takdir. Dimana takdir tidak akan pernah salah menempatkan cinta. Takdir adalah pasti yang tidak akan berubah. Jika seseorang mengatakan tidak ada yang bisa merubah takdir kecuali orang tersebut. Maka yang dirubah adalah jalannya. Akhir dari semuanya adalah takdir.

Seperti halnya cinta. Takdirlah yang membawa kita bertemu dengan dia, memilih ataupn dipilih itu hanya masalah jalan. Beruntunglah kita, jika kita bisa memilih takdir cinta. Bukan berarti mereka yang di jodohkan kurang beruntung. Mereka sama beruntungnya jika kita bisa mensyukuri semua takdir yang kita jalani dengan menerima dia apa adanya, bukan ada apanya.

Gue masih ingat, ketika gue memilih mencintai suami gue yang saat itu masih menjadi teman kantor gue. Gue di tolak mentah-mentah di sebuah restoran betawi sebelum gue mengutarakan cinta gue. Bayangin aja, gimana perasaan gue sebagai perempuan kala itu. Meski muka gue setebal kulit badak. Malu-ku lebih lebar daripada pulau Maluku sonoh.

Ibarat barang di toko. Gue hanya menunjuk barang yang gue suka, yang gue pilih. Dan untuk memilikinya sudah pasti dong gue harus bayar dikasir dulu. Belum juga transaksi, baru ngeluarin dompet aja, mba kasir bilang barang terebut nggak pantes buat gue mending gue pilih yang lain.

Gue bisa berbuat apa? Sementara cinta gue terlanjur memilih dia, dan tidak bisa semudah itu memilih orang lain untuk menggantikan cinta yang gue pilih. Namun, siapa yang bisa menebak jika takdir menyatukan gue dan suami dalam ikatan pernikahan sampai hari ini. Gue bersyukur karena gue percaya takdir yang telah memilihkannya untuk gue bukan gue yang memilih dia untuk takdir gue.

Tulisan ini diikutkan dalam #BBCBlogDetik dan special gue tulis untuk suami mengenang kisah gue bersamanya, kembali aku lukiskan dalam puisi.

Tak pernah lekang pertemuan itu,
Mencintaimu,
Membencimu,
Bahkan engganku untuk menyapamu
Hanya karena kau tidak menerima cintaku
Aku menangis, tergugu memilu
Tapi, sesalku tak pernah tau
Bahwa beginilah takdir cintaku
Untuk menjadi milikmu
Dan yakinku,
Bahwa engkaulah takdir yang dipilihkan untukku
I LOVE YOU

Dua Buku Dari Chocolatos

Hari ini saya mendapat tamu istimewa. Kurir JNE. Kali ini kurir membawa hadiah yang sudah saya tunggu dari chocolatos. Hadiah ini saya dapat karena iseng-iseng masang foto keponakan saya yang enggak banget padahal. Waktu uploadnya pun saya buat asyik-asyikan. Hihihihi Banyak yang protes photo saya menang. penasaran?! nih photonya dengan beragam komentar di bawahnya :



Tapi tak apalah yang penting saya menang dan menyenangkannya saya mendapat hadiah buku dari Chocolatos. Menambah daftar koleksi buku saya dan menuhi rak buku saya. Yipiieee.


 Alhamdulillah :)

Solitaire dan Sendiri

-->
Solitaire dan Sendiri? Solitaire itu seperti permainan tantangan bagiku. Mungkin terlalu mudah ditakhlukkan tergantung settingnya. Tapi aku lebih tertantang untuk bermain dengan mengumpulkan akumulasi nilai sebanyak-banyaknya.  Agaknya sulit, harusnya manusia itu lebih cerdas daripada benda mati yang bisa dinyalain ini. Sekali saja aku menang, aku tidak bisa mendapatkan kemenangan selanjutnya. Kalaupun bisa menang dua-tiga kali berturut-turut itupun skornya pasti minus ratusan. Kalau sudah begini aku tidak mau berhenti main solitaire ingin meneruskan minimal skorku kembali NOL. Dan itu bisa aku dapatkan ketika aku bisa konsen sendiri tanpa ada yang mengganggu.
Tapi dalam kehidupan, nggak ada yang special dengan kesendirian. Beneran?! Delapan tahun aku bersama kesendirian sebelum akhirnya aku bertemu dengan suami yang insyAllah tidak akan pernah membiarkan kesendirian itu menghinggapi lagi.
Sepeninggal Bapak (meninggal ketika aku SD), Ibu (meninggal ketika aku SMP), Kakek (meninggal 3 bulan setelah ibu tepat disaat hari raya) dan Akhirnya dua kakak laki-lakiaku pun menikah. Mereka satu persatu meninggalkan aku sendiri dengan rumah yang tidak bisa dibilang kecil untuk aku tinggali sendiri. Rumah yang dulunya rame dengan beragam aktivitas dari 6 penghuni rumah. Ibu yang biasanya masak, bapak yang biasanya hanya duduk di depan pawon*(1) menjaga nyala api, kakek dengan ukit*(2)nya membuat tampar sapi dari karung beras, serta dengkuran dua kakakku yang saling sahut-sahutan mengirama di pagi hari. Sementara aku, aku masih riewuh dengan seragam dan sepatu SD. Semua masih melekat dalam puing kenangan ketika aku sendiri di rumah ini.
Begitupun tidur. Aku memiliki masalah tindien*(3) ketika tidur. Entah penyakit atau apa, yang pasti itu sangat menyiksa. Tindien biasanya terjadi ketika aku mengawali tidur. Bukannya tidak bisa tidur karena gusar atau galau. Justru tindien ini seakan menyeret tubuh aku dengan cepat ke alam mimpi. Tapi mataku masih bisa melihat langit-langit kamar. . Tubuhku tidak bisa meronta dan mulutku seakan mau bicara, tapi berat untuk hanya mengatakan “a”. Padahal aku ingin sekali berteriak dan minta tolong ketika  indra pendengaranku mendengar suara ibu-ibu yang sedang ngerumpi di belakang rumah ketika aku tidur siang, tindien atau lebih tepatnya siluman mimpi yang menggangguku ini memang tidak mengenal waktu dan tempat. Di rumah, di kost, di rumah teman bahkan tidur di musholapun masih bisa-bisanya datang. Oleh karenanya, teman-teman kostku tidak akan pernah membiarkan aku sendiri. Mereka dengan sigap mengoyak-ngoyak tubuhku ketika mendengar sedikit rintihan kecil ketika aku tidur.
Namun ketika pulang kerumah yang tidak ada siapapun, itulah saat dimana aku membenci diriku sendiri. Kenapa aku tidak bisa menantang kesendirianku di rumah seperti aku menantang kesendirian dalam Soitaire. Yap, aku lemah dalam kesendirianku ini. Aku selalu nebeng tidur di rumah tetangga, tidur berdua dengan sehabat kecilku yang lebih mirip dengan pasangan lesbian. Dan bisa dibilang aku hampir tidak pernah tidur di rumah dan bisa dihitung dengan jari berapa kali aku tidur di rumah.
Bagaimana sekarang setelah memiliki suami? Masih, suamiku sampai geleng-geleng dengan penyakitku malahan sering ngeledekin penyakit yang katanya sarap. Hihihi. Tapi paling tidak aku sudah tidak kuatir lagi ketika tidur aku ada yang menemani. Disinilah aku faham, ketika dalam kesedirianku yang delapan tahun itu kenapa semua orang menginginkan aku segera menikahJ
 Tulisan ini diikutkan pada perhelatan GIVEAWAY :  PRIBADI MANDIRI yang diselenggarakan oleh Imelda Coutrier dan Nicamperenique.

notes:
*(1) tungku
*(2) alat membuat tampar
*(3) penyakit tidur


Monday, February 20, 2012

Long Distance Friendship


Judul Buku : Long Distance Friendship

Penulis: Abrar Rifai, Fiani Gee, Nunu El Fasa dkk 

Kategori: True Stories

ISBN: 978-602-225-014-2
Terbit: Juli 2011
Tebal: 374 halaman
Harga: Rp. 67.700,00
Deskripsi:
Kisah tentang kisah nyata persahabatan di dunia maya. Persahabatan yang terasa nyata, walau tak pernah bersua secara wujud dalam kenyataan. Banyak orang yang menganggap bahwa pertemanan di internet melalui situs jejaring sosial seperti facebook, twitter, Multiply dan lainnya, hanyalah pertemanan semu yang tak pernah akan menjadi nyata dalam kehidupan.

Buku ini menjawab ketidakyakinan tersebut. Betapa para penulis dalam buku ini menceritakan tentang keakraban mereka dengan teman-teman mayanya. Berbagai kemanfaatan mereka dapat dari teman-teman yang hanya bisa mereka lihat di layar komputer, silaturahim lewat status, tweet atau ngobrol di ruang chat. Saling mengirim hadiah, menasehati satu sama lain, memadu kasih, bahkan ada yang sampai mengubah keyakinan beragamanya. Setiap alur menjadi bukti pertemanan mereka. tiap tulisan telah mengungkapkan bahwa satu nama, telah menempati satu hati nun jauh di luar kota, pulau, bahkan luar negeri. Membuat setiap cerita menjadi luar biasa. Simak saja 

Feel Free To Follow My Blog