Thursday, February 21, 2013

Me and IIDN on Jawa Pos 21 Februari 2013

Diliput Jawa Pos

Foto Yang Masuk Koran Jawa Pos

Friday, February 08, 2013

Narsisis Sangat! Artistik Sangat!

Artistik sangat orangnya hi :)

Hey, jangan ada yang protes yaa dengan foto di atas. Sumprit itu saya lhoooo..... Artistik kan? Kayak model-model eropa itu, eksostis. Awalnya saya enggak nyadar sih. Tapi ketika suami memuji akan minyak goreng yang pindah ke pipi dagu dan jidat, hihihi jadi punya pembelaan kalau ini ada nilai artistiknya.

Coba lihat mesin yang mau soak itu, nah itu diaaaaaaa..... nilai artistik sebenarnya terbantu dari keartistikan mesin diesel dan pak Ghofar, nelayan yang mengemudikan perahu yang kunaiki ini. Coba lihat gayanya pak Ghofar, artistik juga kan. Pose yang bener-bener pose, bukan dibuat-buat, arahan apalagi rekaan. Heuheuheu. Yap, ini sedang diatas perahu lho, ketika perjalanan ke pulau Ketingan kemarin.

Oke itu aja pembelaan akan keartistikan foto ini, jika ada yang protes silahkan layangkan di surat pembaca majalah dinding sekolah.

"Postingan ini diikutsertakan di Narsisis-Artistik Giveaway."

Bunda, seks itu apa sih?

Sebuah Resensi : pernah dimuat di majalah potret

Majalah Potret Rubrik Resensi edisi 65 tahun IX : www.potret-online.com
Bicara Seks Kepada Anak! Kenapa Tidak?
A resensi by : Nunu el Fasa (Duta Buku - Ibu-ibu Doyan Nulis)

Pandangan lama bahwa membicarakan seksualitas pada anak adalah hal tabu, membuat banyak orang tua merasa risih dan sungkan membicarakan hal-hal sensitif tersebut. Tak jarang orang tua menghindar jika anak bertanya seputar seksualitas, bahkan diantaranya seringkali orang tua memarahi si anak dan mewanti-wanti untuk tidak bertanya seputar itu lagi. Padahal menurut buku “Bunda Seks Itu Apa?”, saat-saat tersebut adalah saat yang paling tepat bagi orang tua menjelaskan seputar seksualitas secara edukatif. Justru sangat dianjurkan orangtualah yang seharusnya memulai diskusi agar anak mengetahui hal-hal yang pantas mereka ketahui, jika sang anak dirasa malu menanyakan kepada orang tua.

Hal ini tidak lepas dari perkembangan tekhnologi berbasis keterbukaan saat ini, mereka bisa mendapatkan informasi dari mana saja dan tidak menutup kemungkinan ketika seorang anak merasa tidak nyaman menanyakan hal-hal yang ingin mereka ketahui kepada orang tua, mereka akan berusaha mencari jawaban dari tempat lain. Padahal orang tua harusnya bisa menjadi sumber informasi pertama dan utama yang harus bisa dipercaya oleh anak, daripada melalui teman, televisi, lebih-lebih melalui internet. Karena informasi yang salah tanpa edukasi yang benar, bisa menimbulkan perilaku seksualitas yang menyimpang. Inilah perlunya komunikasi edukatif dari orang tua, agar anak bisa membentengi diri sendiri dan lebih bertanggung jawab dengan segala perilakunya.

Dalam buku ini dikupas beragam pengenalan seksualitas menurut perkembangan dan rentang masing-masing usia anak hingga beranjak remaja. Bahkan pentingnya pendidikan seksualitas bisa dimulai sejak dini, sejak anak-anak mulai mengenal alat kelaminnya sendiri. Karena minat terhadap masalah seks sebenarnya muncul pada setiap anak pada setiap tahapan usia.


Seringkali kita mendapati bayi laki-laki yang sedang disusui ibunya, senang memainkan alat kelaminnya. Pada tentang usia 18 – 36 bulan, aktivitas ini bukan merupakan reaksi seksual, lebih ke arah eksplorasi mengenal tubuh si bayi. Dan alangkah baiknya jika si ibu juga mulai memperkenalkan setiap bagian tubuh kepada anak, termasuk area genital atau alat kelamin dan memberitahukan fungsinya masing-masing. Bahkan ketika anak dilatih untuk belajar mandi sendiri mereka juga belajar mengenai anggota tubuh, dan untuk anak yang lebih besar situasi ini selain belajar tentang kebersihan juga mengajarkan membedakan antara sentuhan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, baik diri sendiri maupun oleh orang lain.


Tidak hanya edukatif, buku yang ditulis oleh Ellen Tjandra dan psikolog anak Nahda Kurnia, juga menyajikan contoh kasus dari para orang tua yang umum terjadi pada anak, termasuk bagaimana menjawab agar perilaku seksualitas menyimpang anak bisa dihentikan dan menanamkan nilai moralnya.
Ibu : “Kenapa Penisnya di pegang dik?” 
Anak : “Geli Ma” 
Ibu : “Geli ya? Memang enak, tapi gak baik kalau dipegang terus, apalagi digaruk-garuk. Nanti bisa luka, kalau ada kuman di tangan masuk akan bikin lebih gatal lagi. Penis adik kan juga untuk buang air kecil, jadi kotor. Nah kalau lupa cuci tangan, nanti kumannya bisa masuk ke mulut waktu adik makan.”
Dan kebiasan-kebiasaan lain yang perlu diubah dari perilaku si anak diantaranya; masih tidur dengan orang tua, memeluk teman lawan jenis, membuka rok teman perempuan, telanjang di luar kamar mandi, bahkan sampai seorang ibu kesulitan menghentikan kebiasaan masturbasi anaknya yang berumur 5 tahun. Juga masih banyak juga contoh kasus lainnya yang akan mewarnai buku ini berdasarkan pembahasannya.

Selain contoh kasus, buku ini juga dilengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan anak yang sulit dijawab orang tua. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan anak seringkali muncul secara spontan dari apa yang dilihat dan didengar dari lingkungan sekitarnya. Akibatnya, orang tua yang dianggap anak sebagai manusia serba tahu, seringkali ragu memberikan jawaban. Alih-alih menjawab bisa jadi memicu rasa penasaran anak dan menimbulkan pertanyaan berikutnya. Berdasarkan survey yang dilakukan, penulis mengelompokkannya menjadi 5; pertanyaan seputas alat kelamin dan payudara, pertanyaan seputar datangnya bayi, pertanyaan seputar menstruasi dan mimpi basah, pertanyaan seputar interaksi dengan lawan jenis, dan pertanyaan seputar hubungan seksual. Semuanya di sertai dengan pembahasan dan cara menjawab yang tepat berdasarkan rentang usia anak.


Dari semua itu yang lebih penting adalah bagaimana komunikasi yang dibangun dengan anak. Menciptakan kehangatan di lingkungan keluarga dengan saling terbuka mengenai seksualitas membuat anak merasa nyaman mengkomunikasikan segala bentuk perubahan seksualitasnya, jangan sampai peran gadget yang semakin canggih bisa menyilaukan jarak komunikasi orang tua yang lebih memilih lebih banyak bersosialisasi di dunia maya.

Bagaimanapun berkomunikasi dengan anak bukanlah sesuatu hal yang mudah, apalagi berbicara mengenai seksualitas yang sangat sensitif. Kuncinya adalah berlatih secara bertahap melalui situasi sehari-hari dan pembiasaan dari orang tua kepada anak memegang peran penting. Termasuk pembiasaan yang dicontohkan orang tua melalui sikap akan lebih diterima oleh anak. Jangan sampai anak membalik kebiasaan yang diterapkan kepadanya, kepada orang tua yang hanya bisa menyuruh. Anak selain foto copy orang tuanya, pola pikir dan otak anak ibarat CD blank. Informasi apapun yang dilihat dan didengar lebih mudah merasuk dan akan bisa mempengaruhi pola pikirnya ketika dewasa. Anak yang diberi bekal pemahaman seksualitas sejak dini, ketika dewasa akan mempunyai pola pikir kuat mengenai batasan-batasan yang boleh dan yang tidak, yang benar dan yang salah, diharapkan mampu membentengi dirinya sendiri dari kerusakan moral yang menagncamnya[.]

Data buku :
Judul buku : Bunda Seks Itu Apa Sih? (Cara Cerdas dan Bijak Menjelaskan Seks Pada Anak)
Penulis : Nahda Kurnia dan Ellen Tjandra
Terbit : Jakarta, 2012
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 978-979-22-8953-4
Harga : 50.000


cover buku, Bunda Seks Itu Apa Sih?




Thursday, February 07, 2013

Tentang Plagiat di Indonesia (miris)

Beberapa hari berkutat plagairisme yang dilakukan seorang penulis puisi senior (katanya), pada hampir 99% semua karyanya adalah hasil otak-atik plagiat. Tidak saya ceritakan bagaimana kronologinya, tapi berikut rangkuman fakta tentang plagiat di Indonesia yang bisa dikatakan, miris!

Sumber gambar : www.faridazroel.blogspot.com
Status saya :

Julie Nava wrote : Indonesia itu betul-betul surga buat para plagiat. Sebab cukup dengan minta maaf saja, seluruh kesalahannya terhapus, tidak ada tindak lanjut. Hampir sama dengan koruptor, ketahuan lalu pake baju muslim,umroh, nangis-nangis untuk mengundang simpati, padahal sebenarnya nggak kapok betulan.... Beda dengan di luar. Mahasiswa yang ketahuan plagiat bisa diskorsing sampai setahun, biarpun udah minta maaf. Sebab maaf dan sanksi itu dua hal yang berbeda..... Kalau saya pribadi, lebih suka jika ada sanksi jelas, misalnya dalam setahun ybs diBANNED dari event kepenulisan. Juga untuk setiap event yang diadakan oleh grup masing-masing, tulis pernyataan jelas: jika terbukti plagiat, maka ybs akan dilarang mengikuti event apapaun dan karyanya dianulir..... Jangan pake alasan kasihan atau simpati... itu sikap menye-menye menurut saya. Ya pantes aja plagiat tetap menjamur, wong kayak gitu penyelesaiannya.
sekitar sejam yang lalu · Suka

Julie Nava Ya ini usulan saya sih, untuk memberlakukan sanksi tegas. Dengan demikian, semuanyajelas. Memang soal plagiat ini rawan banget... rasanya memang kalau nurutin kriteria seperti di sini, nggak bakal ada yang bebas. Saya sendiri juga jatuh bangun belajar soal itu, dari yang semula bilang "ah, semua orang juga begitu..." menjadi makin hati-hati dan berusaha sebisa mungkin untuk selalu mengolah ulang dengan kalimat atau karya sendiri..... Tapi setidaknya, untuk kasus-kasus yang udah jelas copy paste tanpa ada perubahan atau pengolahan apapun, perlu ada aturan jelas.
sekitar sejam yang lalu · Suka

Iam Wrote : Setuju Banget mbak Julie, sayapun tahu mereka yang tidak suka saya dan teman-teman yang banyak mengungkap kasus kemarin. Seolah saya sedang berlaku keji dan kejam pada sosok plagiarism (baca: MSG). Padahal itu belum apa-apa, saya tahu banget orang-orang yang membegitukan saya dulu malah sering turut nimbrung pada status-status permasalahan pribadi seorang penulis yang justru mengarah kepada hal fitnah. Lebih keji mana dooooong!!!! Dengan bangganya turut serta dalam sesuatu yang benar-benar fitnah tapi menyindir saya seolah-olah saya banyak menghujat MSG. Tidak benar begitu esensinya, saya rasa mereka tidak benar-benar mengerti makna plagiarism!!!!
 — bersama Dang Aji Sidik dan 3 lainnya.

Feel Free To Follow My Blog