Raya Jambangan 70,
Tempat baru ini yang akan menghiasi sejarah hidupku. Bengunannya megah semegah hatiku –hallah- nampak seperti baru padahal eks sekolah menengah yang lama tak berpenghuni. Dibeli oleh sebuah lembaga social “Yatim Mandiri” dan disulap bak kampus elit besar di kota ini. Semua Masih kalah jauuuuuuuhh. Bagi kita disini tak sekedar kampus. Penempaan diri yang hebat bakalan terjadi. Mental, karakter, Psikologis, bahkan jodohpun bisa ketemu ditempat ini. Seruuu khan??
Yeah tempat ini cukup mudah sebutannya “MEC”, Mandiri Enterpreneur Center. Tapi kita lebih senang menyebutnya dengan Kampus Mandiri. Kalau kata manajer MEC dulu adalah sebuah kampus perubahan. My live changing MEC.
Penghuninyapun adalah orang-orang hebat dan luar biasa. Bibit unggul yang siap tanam, calon mahasiswa pilihan terbaik dari berbagai penjuru kota yang siap ditempa. Pendidikan ini dikhususkan bagi kita yang bernasib kurang beruntung telah ditinggal orangtuanya read; meninggal. Atau juga sebagai keberuntungan kita bisa lolos dari seleksi yang begitu ketat dan merasakan nikmatnya belajar disini.
Menjadi yatim bukanlah suatu kekurangan bagi kita, takdir –lebih tepat mungkin-- Tuhan yang telah menggariskan. Ayahanda tercinta kita dipanggilnya sebelum usia kita baligh, bahkan sebagian dari kita seperti aku ini Ayah dan Ibunda tak bisa berlama-lama menemani di dunia. Beruntunglah masih punya dua kakak yang begitu baik hati dan tidak sombong menggantikan kasih sayang mereka. Kadang jadi ayah, dan lebih bangganya mereka juga bisa jadi ibu bagiku. Heeemm thanks kak . Hiks..
Malangnya bagi sebagian dari kita yang tidak ada sandaran hidup seperti my hero brother’s. Pantilah jadi alternative andalan untuk bisa menyambung hidup dan meneruskan sekolah. Keluarga, teman, saudara, bisa ditemukan disana. Mereka adalah orang-orang yang sangat peduli terhadap kelangsungan hidup manusia-manusia lemah seperti kita.
Meski demikian kita memiliki tekad baja –keraaaaaass buuuu menjadi yatim berprestasi yang mandiri. Keputusasaan hampir tidak ada dalam kamus. Malu dengan kondisi keyatiman, dipandang sebelah mata tidak menyurut kePeDean. “Ini mengenai hidupku, bukan tentang bapak ibu yang telah tiada, bukan juga tentang hidupmu. Whatever!! PD aja lagii” hehehe
But, jangan sekali-kali menyebut tempat kita sebagai panti. Arrrrrgghhh… itu sangat menyakitkan sekali. Coba saja dengar pan…. Nonono jangan diucapkan. Bisa-bisa kita yang enggak terima akan melakukan demo masak kerumahmu. Koki kaleee
Tetangga tuh yang suka usil menyebut seenaknya, “oh,.. bekas SMP Komparasi yang sekarang dibuat panti itu yaaaaaa…”
“bukan buuukk, kita disitu kuliah, kebetulan ada asramanya. Kampus Mandiri namanya”. Pembelaan besar mode:on
“Lha iya mbaaak, untuk anak yatim khan?”. Heeeeemmm gak mau kalah nie orang.
“Masa’ remaja segedhe kami masih pantes disebut yatim?” ampuh bener menjawab pertanyaan dengan pertanyaan yang hanya di jawabnya dengan manggut-manggut.
“Iya ya..”
Habis risih dengarnya, bukan karena aku enggak senang dengan panti atau enggak pernah tinggal di panti. Yang lainnya juga sepakat kok. Ya khan! Masa’ sih bangunan semegah ini dibilang panti enggap mirip juga. Akan lebih tepat Graha Yatim Mandiri. lebih kereeen cing!.
No comments:
Post a Comment
Thanks for comming and no spam please
Follow
My twitter @ununtriwidana
My Instagram @nunuelfasa