Friday, May 30, 2014

Rumah Bocor

Setiap pasangan pasti ingin memiliki rumah. Terlepas bagaimana bentuk dan rupanya, harapan agar anak dan isteri tidak kehujanan dan kepanasan hati pasti tenteram. Nggak kebayang jika rumah sebagus atau segedhe apapun jika nyatanya setiap hujan selalu kebocoran. Dalam iklan sebuah cat sudah digambarkan bagiamana tidak nyamannya tidur dengan kondisi kebocoran.

Hiks, sedih sekaligus bersyukur jika mengingat masa-masa kebocoran. Di rumah kontrakan sebelumnya (Kebon Agung) hampir tidak pernah tidak kebocoran setiap kali hujan. Bahkan hujannya pagi, rembesan air yang menetes bisa sampai sore, atau sebaliknya ketika hujan malam tidak bisa tidur nyenyak, kebangun keingat tandon bocor jangan sampai kepenuhan dan meluber kemana-mana.

Kalau rumah kontrakan kutinggal kosong, selalu ini yang menjadi pikiran. Dan bisa dipastikan sesampai di rumah air sudah melebar kemana. Tahu lah, kudu dipel untuk mengeringkannya. Dan angkut-angkut airnya juga. Capek bray. Bukan cuma capek angkut-angkutnya, capek dari luar yang enggak bisa langsung istirahatnya ini yang berat.

Bagai makan buah simalakama, aku sendiri bingung harus berbuat apa. Rumah tersebut bukan rumah kami. Sementara orang yang (merasa) diberi tanggung jawab, terkesan angkat tangan. Masak selalu beralibi, "ini bocor kalau hujan angin saja Te, kalau enggak angin nggak bocor, sama dengan rumahku."

Ngadu ke pemilik rumah juga akan membuat orang yang diberi tanggung jawab ini sakit hati. Katanya aku dibilang enggak beretika melangkahi dia. Bahkan ketika aku minta ketemu langsung sama pemilik rumah, ybs merasa aku enggak percaya sama dia. Ya keleus aku ngontrak rumah bodong.

Duh capek berurusan sam orang itu, dan emang kata tetangga-tetangga orangnya memang suka mencampuri urusan orang lain mulu.

Lama-lama aku capek ngomong sama orang tersebut. Omdo, ngomongnya kemana-mana diberi amanat rumah tersebut, tapi enggak pernah ngasih solusi. Mau aku benerin sendiri (bayar tukang maksudnya) juga ini bukan rumahku. Karena yang bocor ini butuh bongkar. Harus pemilik rumah.

Bahkan kerap aku sudah membenahi di sana sini untuk meminimalisir kebocoran. Padahal kata tetangga-tetangga itu tanggung jawab pemilik rumah. Termasuk salah satu alasan tersebut kami memilih pindah cepat.

Bersyukur banget aku enggak lama di sana cuma 1,5 tahun dari dua tahun perjanjian kontrak. Ternyata rumah yang aku planing akan bisa ditempati tahun depan, sudah bisa kami tempati sejak 3 minggu yang lalu. Enggak ada yang bocor. Bahkan crocohan (jatuhnya) air di tepian genting kerap membuat lantai kotor karena terkena tanah, langsung dibenahi, diplester dengan semen. Sehingga crocohan air yang ke latai cuma dalam bentuk air. Enggak pakai ngepel-ngepel lagi kalau hujan. 

11 comments:

  1. Untung aku enggak pernah jadi anak kos, he-he-he.

    ReplyDelete
  2. Rumahku juga masih ada yang bocor, sepertinya harus dibongkar semua gentengnya, ga bisa setengah2, hiks *tapi tetap bersahabat dengan hujan :)

    ReplyDelete
  3. alhamdulillah ya mbak nunu,,,semoga semuanya berkah ya,,,

    ReplyDelete
  4. yang sabar aja mbak :D
    rumah saya juga bocor, tapi kalau hujannya besar

    ReplyDelete
  5. alhamdulillah.....ikut seneng mbk nu :)

    ReplyDelete
  6. semua memang harus melalui proses mbak, untuk mensyukuri nikmat yang dirasakan sekarang

    ReplyDelete
  7. Seneng ya sdh menempati rumah baru :)

    ReplyDelete
  8. HoOh, enggak nyaman bgtt kalau bocor.

    Asyiik, rumah baruu. Moga betah ya, Mba. Masih pisah ranjang, kan? :D

    ReplyDelete
  9. Dulu atap rumah ku juga sering bocor Mbak, malah pernah seng nya terbang waktu hujan badai.. :( Tapi syukurlah uda ngga lagi sekarang, ganti semua sama yang baru. Heheh..

    ReplyDelete
  10. Wah ngomonginsoal bocor, jadi inget kalau kamar saya itu bocor yang lumayan parah, kalo hujan deras dah kayak air terjun, hadeh... Mana boccornya berjarak 30cm dari kasur tercinta... hehehe

    ReplyDelete

Thanks for comming and no spam please

Follow
My twitter @ununtriwidana
My Instagram @nunuelfasa

Feel Free To Follow My Blog