Tuesday, February 21, 2012

Solitaire dan Sendiri

-->
Solitaire dan Sendiri? Solitaire itu seperti permainan tantangan bagiku. Mungkin terlalu mudah ditakhlukkan tergantung settingnya. Tapi aku lebih tertantang untuk bermain dengan mengumpulkan akumulasi nilai sebanyak-banyaknya.  Agaknya sulit, harusnya manusia itu lebih cerdas daripada benda mati yang bisa dinyalain ini. Sekali saja aku menang, aku tidak bisa mendapatkan kemenangan selanjutnya. Kalaupun bisa menang dua-tiga kali berturut-turut itupun skornya pasti minus ratusan. Kalau sudah begini aku tidak mau berhenti main solitaire ingin meneruskan minimal skorku kembali NOL. Dan itu bisa aku dapatkan ketika aku bisa konsen sendiri tanpa ada yang mengganggu.
Tapi dalam kehidupan, nggak ada yang special dengan kesendirian. Beneran?! Delapan tahun aku bersama kesendirian sebelum akhirnya aku bertemu dengan suami yang insyAllah tidak akan pernah membiarkan kesendirian itu menghinggapi lagi.
Sepeninggal Bapak (meninggal ketika aku SD), Ibu (meninggal ketika aku SMP), Kakek (meninggal 3 bulan setelah ibu tepat disaat hari raya) dan Akhirnya dua kakak laki-lakiaku pun menikah. Mereka satu persatu meninggalkan aku sendiri dengan rumah yang tidak bisa dibilang kecil untuk aku tinggali sendiri. Rumah yang dulunya rame dengan beragam aktivitas dari 6 penghuni rumah. Ibu yang biasanya masak, bapak yang biasanya hanya duduk di depan pawon*(1) menjaga nyala api, kakek dengan ukit*(2)nya membuat tampar sapi dari karung beras, serta dengkuran dua kakakku yang saling sahut-sahutan mengirama di pagi hari. Sementara aku, aku masih riewuh dengan seragam dan sepatu SD. Semua masih melekat dalam puing kenangan ketika aku sendiri di rumah ini.
Begitupun tidur. Aku memiliki masalah tindien*(3) ketika tidur. Entah penyakit atau apa, yang pasti itu sangat menyiksa. Tindien biasanya terjadi ketika aku mengawali tidur. Bukannya tidak bisa tidur karena gusar atau galau. Justru tindien ini seakan menyeret tubuh aku dengan cepat ke alam mimpi. Tapi mataku masih bisa melihat langit-langit kamar. . Tubuhku tidak bisa meronta dan mulutku seakan mau bicara, tapi berat untuk hanya mengatakan “a”. Padahal aku ingin sekali berteriak dan minta tolong ketika  indra pendengaranku mendengar suara ibu-ibu yang sedang ngerumpi di belakang rumah ketika aku tidur siang, tindien atau lebih tepatnya siluman mimpi yang menggangguku ini memang tidak mengenal waktu dan tempat. Di rumah, di kost, di rumah teman bahkan tidur di musholapun masih bisa-bisanya datang. Oleh karenanya, teman-teman kostku tidak akan pernah membiarkan aku sendiri. Mereka dengan sigap mengoyak-ngoyak tubuhku ketika mendengar sedikit rintihan kecil ketika aku tidur.
Namun ketika pulang kerumah yang tidak ada siapapun, itulah saat dimana aku membenci diriku sendiri. Kenapa aku tidak bisa menantang kesendirianku di rumah seperti aku menantang kesendirian dalam Soitaire. Yap, aku lemah dalam kesendirianku ini. Aku selalu nebeng tidur di rumah tetangga, tidur berdua dengan sehabat kecilku yang lebih mirip dengan pasangan lesbian. Dan bisa dibilang aku hampir tidak pernah tidur di rumah dan bisa dihitung dengan jari berapa kali aku tidur di rumah.
Bagaimana sekarang setelah memiliki suami? Masih, suamiku sampai geleng-geleng dengan penyakitku malahan sering ngeledekin penyakit yang katanya sarap. Hihihi. Tapi paling tidak aku sudah tidak kuatir lagi ketika tidur aku ada yang menemani. Disinilah aku faham, ketika dalam kesedirianku yang delapan tahun itu kenapa semua orang menginginkan aku segera menikahJ
 Tulisan ini diikutkan pada perhelatan GIVEAWAY :  PRIBADI MANDIRI yang diselenggarakan oleh Imelda Coutrier dan Nicamperenique.

notes:
*(1) tungku
*(2) alat membuat tampar
*(3) penyakit tidur


6 comments:

  1. wahhh ... gak diobati ke dokter mbak? Kok baru dengar yah ... tapi ya klo suaminya nerima ya gak papa toh, nggak ganggu juga ya :)

    terimakasih ya sudah ikutan :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. katanya sih ini gangguan syetan mba... nggak tau tapi kenapa kok terus-terusan

      Delete
  2. Itu sepertinya "rasa trauma", tapi kan Tuhan selalu ada buat hambanya yang sabar :)
    Makanya selama 8 tahun kesabaran mba, hadir suami yang memudarkan rasa kesendirian.

    Suami itu datang dariNya, dan isteri titipanNya.

    ReplyDelete
  3. wah penyakit yang aneh tapi menjadi pengetahuan baru untuk saya mbak. akan saya cari infonya..tq yaaa...

    ReplyDelete

Thanks for comming and no spam please

Follow
My twitter @ununtriwidana
My Instagram @nunuelfasa

Feel Free To Follow My Blog