Thursday, December 15, 2011

Fiksi Foto Leutika Prio 2011 (Juara IV)

Naskah saya yang menang juara ke-empat dalam event fiksi foto ulang tahun penerbit leutika prio 2011. Cerita saya ambil dari cover buku Sakti & Sapi Rebo Karya Shabrina Ws.



Fiksi Foto LeutikaPrio - Di Penghujung Qurban
by : Nunu El Fasa
Usai pembantaian masal setelah sholat Idul Adha, sapi, kerbau, kambing dan unta berkerumun di depan pintu surga untuk menanti giliran masuk surga. Tak ketinggalan juga si Prio, sapi milik Leu dan Tika. Ya, si Prio itulah yang sepuluh tahun lalu menjadi pengikat perkawinan Leu terhadap Tika. Terlalu sayang untuk dijual yang ujung-ujung si Prio akan di sembelih juga, Tika meminta ijin kepada suaminya untuk mengurbankan Prio saat Idul Adha.

“Iya Yank, gak papa” kata Leu dengan panggilan Ayanknya kepada sang Istri

“Prio kan sudah mejadi haknya Ayank. Lagian Prio sudah terlalu tua, sudah waktunya Prio disembelih”, imbuhnya memperkuat restunya.

Walhasil, Priopun ikut mengantri diurutan paling belakang. Saat tiba gilirannya. Prio menghadapi wawancara seputar kehidupannya didunia oleh malaikat Ridwan.

“Nama?” Tanya Malaikat

“Prio Malaikat”

“Prio? Malaikat? Atau Prio Malaikat?”

“Prio” jawabnya sambil menunduk

“Prio aja, gag pake malaikat kan?” Tanya malaikat lagi meyakinkan

“Prio, gag pake aja malaikat” Prio kembali menimpali

“Ya.. Ya.. Ya.. asal tidak Prio Malaikat Ridwan”

Prio terkekeh sambil berjalan mendekati pintu syurga.

“Stop” tiba-tiba malaikat Ridwan menghentikan langkah Prio.

“No, no, no” sambil mengacungkan telunjuknya dan menggerak-gerakkan ke kiri dan ke kanan. “kamu belum boleh masuk surga dulu, Prio. Kamu harus menunggu sampai hari kiamat tiba”.

“Kenapa saya belum boleh? Sedangkan teman-teman lainnya sudah diperbolehkan tinggal di surga” Prio khawatir malaikat Ridwan tersinggung dengan percakapannya, sehingga dia mendapat ganjaran tidak diperbolehkan masuk surga.

“Kamu mati bersamaan dengan mereka yang dikurbankan ketika Idul Qurban. Tidakkah kamu ingat, kamu berontak tidak mau disembelih dan kamu berlarian sehingga membuat banyak orang terluka?” Prio menganggukkan kepalanya

Ketika itu Prio memang disembelih paling akhir, dan dia melihat dengan jelas teman-temannya ketika disembelih oleh para manusia. Mereka menajamkan pisau dan menyembelih di depannya yang membuat hewan manapun seperti dimatikan dua kali oleh penyembelihnya. *(H.R. Ath Thabrani dengan sanad shahih)

Priopun berontak dan bersiap berlari menerkam penyembelih, namun naas keduluan Prio ditembak oleh anggota polisi yang siap berjaga.

Prio sedih. Prio hanya melihat teman-temannya dari kejauhan sedang menikmati hidangan rumput paling nikmat. Dan tentu saja tidak akan habis untuk selamanya.

Prio berusaha minta tolong teman-temannya “Moooooooooooooooo”, namun semuanya asyik sendiri tak mendengarkannya. Dicobanya lagi dengan suara yang lebih lantang “MOOOOOOOOO”

Dirasakannya ada yang mengelus-elus lehernya. Prio Membuka mata dan dilihatnya Pak Leu, sang majikan sedang melepaskan belenggu tampar dari tiangnya.

“Hai Prio, pulas sekali tidurmu. Maaf yaa, kalau elusanku membangunkanmu” Meski seekor sapi tidak bisa bicara. Namun Leu selalu mengajaknya bicara, karena sapipun juga mempunyai perasaan. Terutama Prio, sudah memiliki ikatan batin dengan Leu yang setiap hari merawatnya.

“Apakah kamu sudah siap menjadi Syahid untuk keluarga LeuTika, Prio?”

“Moooooooooooooooo”, Pak Leu tersenyum kepadanya dan membawa Prio keluar kandang.

Hari Tasyrek ketiga, Prio disembelih sendiri oleh Leu dibantu dengan Istri dan tetangganya. Kemudian dagingnya di bagi rata keseluruh warga di kampungnya. Anak-anak bersuka cita, hari itu bisa makan daging sapi bukan daging kambing seperti yang dimakannya kemarin. Ibu-ibu yang menerima daging segar Priopun bersyukur karena daging yang diterimanya tidak menumpuk di hari pertama Idul Qurban[.]

No comments:

Post a Comment

Thanks for comming and no spam please

Follow
My twitter @ununtriwidana
My Instagram @nunuelfasa

Feel Free To Follow My Blog