Wednesday, April 13, 2011

Memory Jalan Setapak

Sehari yang lalu masih bisa kurasakan kehadiranmu. Rasa ini tak cukup hilang hanya dalam semalam. Kau tau? Melupakanmu ternyata lebih sulit apalagi dengan segala kenangan yang tertinggal, atau kau sengaja meninggalkannya agar aku selalu mengingatmu.

Ah kau! Kau adalah pasangan yang tiada duanya, Kau adalah sejarah. Yang tiada orang mengetahuinya kecuali aku, kamu dan Pencipta semesta ini. Semudah itu kau pergi meninggalkan diriku, sementara aku. Aku harus bergelut dengan segala rasa tentangmu.
***
Pagi itu..

Seperti biasa, kita berjalan beriringan di jalan setapak menuju sekolah. Tak pernah kau biarkan sebentarpun aku terpisah disampingmu. Jalan ini, ya jalan ini yang akan menjadi saksi akan kebersamaan kita. Bersama burung-burung, gemiricik air dan siluet fajar menjadi perekam suasana. Dan kau selalu mengajariku untuk mensyukuri segalanya.

Sampai tiba di sekolah, aku masih bisa merasakan kehangatan kebersamaan kita. Semua orang tau, tapi tak pernah menyadarinya. Ya kecuali aku dan kamu.

Kita saling mengisi, dan saling melengkapi. Tak pernah memperdebatkan keegoisan kita masing-masing, saling pengertian dan tak jarang kau yang selalu mengalah terhadapku. Jika aku maju, kau yang akan mundur mendukung aku yang di depan, tapi ketika aku tau kau lebih pantas untuk dikedepankan maka saat itu akulah yang harus kebelakang. Begitu kita berjalan dalam kehidupan ini.

Dan lagi-lagi semua itu hanyalah kenangan yang harus aku simpan.

*****

Ketika siangnya…

Semua terjadi dengan tiba-tiba, akupun belum sempat menyadarinya, tubuhku sudah diserang dan aku terhuyung tak berdaya terlempar ke tengah pematang. Tapi, sosokmu masih bisa kulihat tergolek tak bergerak di tengah jalan setapak.

Oh tidaaaaaaaaaaaaaakkkk……

“Tolooooooong….. Tolooonggggg….. tooooloooooong” suara Vita yang masih terjerembab dalam kubangan sawah.

Ada sebagian yang mendengar, dan berlari kemudian menolong vita. Oh tidaaaaaaakkk.. Mereka hanya menolong vita, kenapa tidak ada yang menolongmu, ingin rasanya aku berlari memberi pertolongan untukmu. Tapi mana mungkin? Aku hanya bisa menyaksikan Monyet itu menggigitmu dan membawamu kabur .

“Terimakasih atas bantuannya pak” ucap vita

“Lain kali hati-hati ya dek, akhir-akhir ini banyak serangan monyet dari hutan sebelah” begitu pak tua menasehati vita, dan vita hanya mengangguk. Masih dirasakan ngilu di lengannya karena terantuk batu.

“Tapi, maaf saya tidak berani merebut “sepatu” adek yang dibawa monyet”

“Oh tidak apa-apa pak” jawabnya yang kudengar dengan linangan air mata kehilangan pasanganku, sepatu kanan.

Dan kini, Aku yang selalu merindukan kebersamaan bersamanya, hanya bisa diam terpojok disudut rak sepatu[.]

Sidoarjo, 30 Maret 2011 23:21

By Nunu El-fasa

No comments:

Post a Comment

Thanks for comming and no spam please

Follow
My twitter @ununtriwidana
My Instagram @nunuelfasa

Feel Free To Follow My Blog