Siang yang panas, gersang rasanya tanpa es teh manis. Oh.. my god… sluruupp… ssreepp… bayangan warung ijo di sebrang jembatan sudah dipelupuk mata. Sedari pagi konser seharian tongkrongin tanyangan musik TV yang sedang galang dana untuk Aceh bikin tenggorokan kering.
Warga kos yang saat itu kebetulan sedang liburan, menikmati liburannya dengan ajeb-ajeb seharian di kamar suci. Yeah tempat nge-base campnya warga kost. Tempat berkumpul yang menyenangkan, bercengkrama atau sekedar nonton TV bareng. Entah.. Heran juga sebenernya, kamarnya sudah sempit banget diisi dengan dua dipan dan dua lemari plus meja tipi. Meja tipi doank, temans. Tipinya masih di opname. Tempat tipi itupun letaknya di pojokan. Jadi sisa tempat hanya untuk jalan keluar masuk dan jeda antara dua dipan. Gak kebayang kan betapa sempitnya. Ditambah lagi tujuh makhluk kekunyuk penghuni kost yang suka ngeberantakin tu kamar.
Yang menjadi special kamar itu letaknya paling depan sendiri, bersebelahan dengan jalan tikusnya anak-anak. Sehingga mudah sekali kami mengawasi pelewat jalan depan kost tercintah.
“Eh… Eh.. beli es teh ayukkss”.. ideku ngajakin teman-teman yang masih belum puas nyanyi-nyanyi ala mbok darmi di kasetnya penjual ice cream yang lewat depan kost.
“Tungguin di depan bentar lagi jam dua waktunya kelas tiga pulang, banyak es teh lewat” Timpal suci.
Heemm… dipikirnya aku menanti anak kelas tiga yang sedang les apa?? Aku ini haus prend hauuuss.. “es teh mbak yu, es teh. Bukan couwookk”
Emang dasar kebiasaan tidak baik anak-anak tidak bisa melihat couwok tampan sedikit saja yang lewat depan kost bakalan jadi mangsa. Yupss.. Es teh, sebutan jahil buat couwok tampan.
Harus be carefull buat para es teh jika lewat depan kost kami, bakalan diincer. Sekali, dua kali, tiga kali kamu lewat, dapat suitan gratis plus deheman ganas yang memanas. Dan bakal di ingetin kapan waktunya berangkat dan pulang. Malahan ada yang sampai hafal waktunya ada les apa nggak, sehingga kita tau kapan waktunya pulang masing-masing es teh.
“Mbak suci.... es tehmu mau lewat, buruan keluar tadi dia jalan di belakangku” suara ngos-ngosan eni mengagetkan kami yang sedang nge-base-camp di kamarnya suci.
“iya tah en” denger alfan –Es tehnya Suci-- reflex tangan suci merapikan rambutnya yang kayak gelombang tsunami.
“iya.. westalah tungguin di depan, dia tadi di belakangku” suci bergerak cepat keluar kamar menampakkan wajah manisnya di depan alfan. Heemm sok manis ding:p. Tak lama dia senyum senyum sendiri dan memanggil-manggil “ALFAANN…. ALFAANN” pertanda es tehnya meluncur jaya suprana.
Merasa namanya dipanggil alfan berhenti, dan menoleh ke arah suci. jiah suci malah buru-buru masuk kamar bersembunyi sambil cekikikan ngintip. Xixiixixi.
Beda denganku, aku hanya bisa memandang pangeran pujaanku lewat base-camp suci, tak berani menggoda dan tan berani bertindak hingga air mata penghabisan.
“Nu.. Nu.. pangeranmu lewat” suara eni membuyarkan kehangatan bantal dan selimut.
“aarrgghh… apa sih en?”
“Sapi… Nu Sapi…”
“Sudah banyak sapi dirumah”
“Asvan dudul”
“Oh.. yaaaaaa…. Mana.. manaa..” mendengar nama yang satu ini hatiku terkesiap membuat ngantukku hilang. Aku menunggu kenampakannya dari balik gorden jendela kamar sambil dag-dig-dug sendirian ala bala tentara yang tak berani berperang.
“Oh.. En.. En.. lihatlah betapa tampannya dia, kapan yaa aku bisa jadi pacarnya” menepuk-nepuk bahunya Eni.
“Mimpi aja lho, mandi sana trus samperin. Masak Asvan temen sekelasmu saja sudah berangkat kamu masih molor di kamar”
“Terang aja en, dia kan rumahnya jauh, musti berangkat pagi. Bedalah sama aku, mandi, ganti baju dan berangkat sekolah hanya butuh waktu sepuluh menit” pembelaan mode: on setiap hari harus marathon kesekolah untuk ngejar waktu kalau nggak mau di suruh nyabutin rumput.
“Lha en, siapa tuh yang di bonceng Asvan?? Mbaknya kali yaa??”
“Masak sih!!!, tapi kok mesra banget yaaa” Ngeledek nih, supaya ancuoorr hatiku.
Ngeeeeeeekk…. ngoooooookk… ternyata benar yang di bonceng kan temannya Agis yang pernah di ajakin maen kesini. Huuuuuaaaaaaaaaaaaaaaaa….. kubenamkan mukaku dalam bantal. Hiks… Meranalah diriku harus mencari es teh baru.
Ternyata suci baru nyadar kalau yang ku maksud adalah es teh manisnya warung ijo.
“Males nih, Ngajak rosi ajalah!!, nanggung nih lagunya gue banget”
Kucibir dia tapi cuek saja, aku langsung teringat akan rosi, anak kost baru dari luar jawa, item manis dengan rambutnya yang kriwul-kriwul. Apa salahnya ngajak dia sambil kenalan dan sok akrab sama dia. Walaupun wajahnya sangar tapi sebenarnya baik, hanya saja anak-anak sering ngerjain dia tentang hal-hal yang belum diketahuinya. Ngajarin-ngajarin bahasa jorok yang tidak baik dan benar, yaaa… untungnya ada gue yang selalu berada di jalan benar yang meluruskannya. Hallah
Sesampai di warung ijo aku memanggil si penjual “Tumbas....” kataku sambil memilih-milih jajan yang di pajang di warung tersebut.
“kemana yang jagain nu??”
“ada di belakang mungkin”
“Tumbaaaasss” ku keraskan suaraku agar terdengar sampai ke belakang rumah penjualnya. E… si rosi ikut-ikutan “TUMBAS” wedeeeww suaranya ngalahin herder depan kost. Mantap benar emang, rosi sekali manggil sang empunya keluar.
“beli apa mbak cantik-cantik??” twink-twink tersapu-sapu malu ups tersipu-sipu malu.
“Jajan ini mbak sama es teh dua di plastik”
Tak lama es teh kami terima dan dengan cekatan si penjual menghitungnya, “semuanya tiga ribu dua ratus mbak” kuserahkan lima ribuan tapi dicegah rosi.
“bayar dengan uangku saja, kali ini aku yang traktir”
“akulah, kan aku yang ngajak kamu”
“sudahlah aku saja” dia memberikan uang limaribuan dan dan langsung menyeret tanganku untuk pergi sambil menyelurup es teh kami sepanjang jalan kenangan tak terkenang. Lebay.
Di perjalanan kami ngobrol ngalor-ngidul ngetan-ngulon. Llaaa daalah kok kelupaan tadi kembaliannya.
masih inget kan tadi belinya Cuma tiga ribu dua ratus dan uangnya limaribu, berarti masih ada kembaliannya. Hayooo berapa?? Pinterr, yups kembalian seribu delapan ratus ternyata belum kami ambil.
“Eh.. nu kembaliannya belum dikasihkan sama mbak tumbas”
“apa??”
“Iya kembaliannya belum saya terima tadi dari mbak tumbas” Lha kamu see buru-buru, lagian siapa juga yang nggak mau juga ditraktirin. Xixiixi.. tapi heran saja kok dia manggilnya mbak tumbas.
“sama siapa tadi ros?” tanyaku memperjelas
“mbak tumbas, penjualnya”
“kok mbak tumbas, kan namanya mbak sujik”
“aku dengar tadi kamu manggil dia tumbaaaass, lalu orangnya keluar. Yaa aku pikir namanya tumbas” GLODAK.
Surabaya, 27 Maret 2010
Nunu El-Fasa
No comments:
Post a Comment
Thanks for comming and no spam please
Follow
My twitter @ununtriwidana
My Instagram @nunuelfasa