Monday, April 19, 2010

Perahu Kertas

ingatkah kala hujan...

kau mempersiapkan dua perahu kertas, kau telaten mengajariku melipatnya setelah terbentuk kau glendeng aku ke tengah derai hujan menuju selokan depan rumah tanpa ada tawaran. dan kau menyuruhku menunggu diatas geladak, yah masih geladak bambu buatan ayah. dan kau berlari menuju geladak rumahmu, yang berada tepat disamping dan lebih tinggi dari rumahku. lalu kau berteriak


'siap yaa... kapal feri segera meluncur dari pelabuhan'. aku mengngguk saja sambil memandangmu senang dengan tingkahmu,

'kau harus menangkapnya, jangan sampai lolos yaaa! mengerti kan!'

he-em.. he-em.. sambil mengangguk tak sabar menunggumu meyakinkanku.

aku melihat dari lorong geladak, kau lepaskan perahu kertas yang pertama, yang aku yakin itu perahu buatanku. bentuknya yang tidak simetris serta warnanya yang kusuka dengan warna-warni dari cat spidol dengan nama "PERAHUKU". hemm.. terlalu lugu namanya untuk didengar saat ini. dan itu yang disuka darii masa kecil.

kedua tanganku kumasukkan keselokan yang penuh dengan aliran air hujan. tidak ada jijik sama sekali padahal selokannya sangat kotor dan bau ketika musim kemarau, aliran bekas mandi, cuci pakaian, cuci piring, memasak bahkan ada air kencing sapi bercampur kotorannya jadi satu mengalir melalui selokan itu *hiiiii jijik yaaaa. itu sudah diluar pikiran dengan keasyikan kita sebagai anak-anak kala itu.

aku menyaksikan PERAHUKU terombang-ambing mengikuti aliran air, hiii... aku dapat melihat muka sahabat *kecil*ku dari bawah geladak, terlihat dia senyum-senyum melihat perahunya, akupun ikut gembira. tak puas dengan jongkok kuceburkan tubuhku ke selokan, kurasakan aliran airnya menerjang perutku. dingin tapi aku puas karena bisa dengan jelas melihatnya.

"awas itu perahunyaaa..."

aku mengangguk-angguk "iyaa.. iyaa.." aku menghadangnya dengan kedua tangan kulebarkan.

"yee.... ketangkep.. ketangkep" jingkrak-jingkrak hingga airnya mengenai mukaku. dia pun ikut senang.

"satu lagi yaaa.."

"iya.. iyaa.. buruaann" hempp... rasanya aku sudah tidak sabar juga tapi aku sudah kedinginan. kulitku seperti sudah mati rasa. setelah kulihat tangannya melepas perahu yang kedua, aku menaikkan tubuhku duduk di tepian geladak sembari kakiku berayun-ayun di atas air selokan, sehingga ketika perahu lewat aku bisa menahannya dengan kakiku.

"sudah Ir??" tanyaku.

"sudah lewat seharusnya, sudah dari tadi"

"oh ya.., aku tidak melihatnya"

aku menoleh ke utara, aku melihatnya berjongkok dari atas geladak.

"nyangkut mungkin?"

"ndak ada e"

"masak sih, mataku selalu memperhatikan kebawah dan aku belum melihatnya"

merasa tidak dipercaya aku turun lagi dan berjongkok diatas air.

"nah itu perahunya, tersangkut di bawah geladak ini" kutunjuk dengan jariku yang imut nan lucu. sahabatkupun berlari menghampiri geladakku, menengok dari dekat disebrangku sehingga bisa kulihat pesek hidungnya yang hampir sama peseknya denganku. yah, kami sahabat kecil tapi masih ada hubungan darah dan ada sedikit kemiripan diantara kami. sayangnya, kulitnya dia putih dan aku sedikit gelap:-)

"iya.. tersangkut kayu" tangannya berusaha meraih perahunya yang nyangkut di tengah geladak.

"aku nggak bisa meraihnya, coba ambil dari sana" akupun juga mencoba meraihnya.

"sama Ir"

"Itu lho.. kayu disampingmu, kamu sogrok dengan itu" aku lakukan perintahnya. ini yang ku benci, aku selalu jadi suruhan sahabatku satu ini jika bermain dan herannya aku selalu mau dan menuruti perintahnya tapi tetap tak berhasil meraihnya.

"coba sinikan kayunya" aku melempar ke atas geladak.

belum sempat perahunya lolos ibu sudah berteriak-teriak memanggil namaku. Ibu maarah ini. nada jengkel yang keluar, entah kayu apa sapu atau lidi yaa yang keluar??. hemmpp... tapi ibuku tidak separah itu kok prend, paling parah aku dapet cetotan di paha *xixixixixi pengen merasakan lagi kayaknya. yeah.. ibu selalu marah jika aku bandel main hujan-hujanan. sering aku sampai nangis gelur-gelur hanya meminta ijin agar diperbolehkan main hujan-hujanan. jika aku memaksa ibu yang tersayang akan bilang "jangan meniru-niru Ira dan yang lain, kita tidak punya cukup uang untuk berobat jika kamu sakit."

hemmpp... begitu sayangnya ibu kepadaku.

No comments:

Post a Comment

Thanks for comming and no spam please

Follow
My twitter @ununtriwidana
My Instagram @nunuelfasa

Feel Free To Follow My Blog