Belajar di FLP Sidoarjo membuat saya seperti menjelma menjadi mahasiswa kembali. Enggak pernah nggak ada tugas, walaupun cuma satu atau dua lembar. Itupun rentang waktu dua minggu sekali, hihihi nggak terlalu memberatkan kan?! Tapi efek syndrom home worknya mahasiswa tetep aja kebawa, ngumpulin kalau sudah di tagih sama dosennya :D hihihi. Dan postingan ini termasuk salah satu tugas dari FLP Sidoarjo ketika nonton bareng awal Ramadhan lalu. Baca yaa...
suasana nobar dan ruang kelas kami yang begitu sederhana. Courtesy : FLP Sidoarjo |
Harusnya
Masjid itu Berkubah
Sebuah
Review film by Nunu El Fasa
Fakta Memalukan: Film ini sudah 8 tahun lalu rilis, tapi saya baru pertama kali nonton ketika nobar dengan FLP Sidoarjo Ramadhan lalu :D
Ilustrasi diambil dari sini |
Realitas kehidupan yang terjadi di sebuah pasar kota Jakarta, selalu identik dengan masyarakat kelas menengah ke bawah. Meskipun dalam masyarakat kita tingkatan kasta-kasta itu tidak pernah ada, melihat realita dalam Film ini penonton bisa mengartikannya sendiri dari bebagai kondisinya yang kumuh, rumah tak bertembok, masjid tanpa kubah, atau bahkan ketika melihat Film ini kita juga bisa mencium bau anyir dari telur-telur pecah atau dari kubangan-kubangan bebek yang ada. Semua terekam dalam Film berdurasi 92 menit ini dalam satu tema: Kerinduan.
Di awal
durasi, film ini seperti puzzle yang terpecah dan bercerai berai. Penikmat film
tidak akan bisa memaknai jika tidak melihat secara keseluruhan cerita. Karena
film ini menggambarkan beberapa kerinduan yang diekspresikan pemain-pemainnya
dengan beragam cara yang mereka perankan. Sehingga saya yang awalnya mengira
Rindu adalah tokoh utamanya, justru tidak bisa menemukan siapa sebenarnya tokoh
utama dalam Film ini. Namun sebagai garis besar, film ini memiliki tiga cerita
utama sebagai berikut :
Rindu, gadis bisu yang masih bisa bicara tapi dengan aksen pelo (bicara tidak jelas) ini menjadi
pembuka Film melalui prolognya menceritakan sosok teman-temannya satu persatu.
Dia begitu merindukan kakaknya sebagai pembuat kubah yang sedang merantau
karena penggusuran. Hari-hari dia menantikan kepulangan kakaknya dia lampiaskan
dengan menggambar masjid tanpa kubah. Satu-satunya hal yang dia ingat dari
kakaknya adalah lagu Rindu Kami PadaMu sebagai soundtrack dalam film ini yang
pernah diajarkan oleh kakanya.
Asih, dia merindukan sosok Ibu yang pernah pergi meninggalkannya.
Dia selalu berharap ibunya pulang dan sholat di sampingnya, sehingga Asih tidak
pernah lupa membentangkan dua sajadah untuknya dan satu sajadah kosong untuk
ibunya. Dia tidak pernah menggubris nasehat pak Bagja, pengelola dan guru di
masjid agar menjaga jarak shaf solat agar tidak ditempati syetan. Asih malah
ngelonyor pergi.
Sosok Rindu, Asih dan Bimo, diambil dari sini |
Pak Bagja, jika Rindu merindukan kakaknya si pembuat kubah. Justru
pak Bagja ini yang merindukan masjid tak berkubah yang berada ditengah-tengah
pasar itu segera memiliki kubah. Sehingga seringkali pak Bagja menemukan sarang
burung-burung liar di sekitar pasar yang memanfaatkan tempat kubah itu sebagai
sarang telur, hingga anak-anaknya menetas. Bahkan acap kali pak Bagja melihat
Rindu yang menggambar masjid tanpa kubah, tidak bisa mengontrol perasaan
sedihnya dan menakankan, “Masjid ini
memang tidak berkubah, tapi masjid yang sebenarnya itu memiliki Kubah.” Hingga
tanpa sadar emosinalnya membuat Rindu kabur karena teringat kakaknya.
Sosok Pak Bagja dan Pak Sabeni, diambil dari sini |
Juga
tentang cerita pak Sabeni, ayah dari
Asih yang ditinggal istrinya karena kelakuan masa lalunya itu juga menunggu
kehadiran sosok istrinya. Kerinduan yang di tunjukkan pak Sabeni, setiap hari
dia selalu menyediakan segelas teh pada tempat duduk kosong ketika pak Sabeni
minum teh di ruang tamu mereka.
Uni, seorang janda yang hidup sebatangkara itu merindukan
keluarga dan sosok suami. Sehingga Asih yang juga hidup sebatang kara karena
terpisah dengan kakaknya akibat penggusuran itu dianggap sebagai anak asuhnya
sendiri.
Seno, melihat ulah bimo memberi stempel Love pada telur |
Secara
umum begitulah gambaran cerita dalam film ini. Namun dari keseluruhan kisah
diatas, ada runutan cerita yang menyatukannya sehingga syarat pesan yang ingin
disampaikan: sebagai contoh kenapa masjid mereka sampai tidak memiliki kubah?
Inilah gambaran masyarakat kita, kaum berada memang lebih memilih menyepuh emas
berentet-rentet di leher, jari, lengan, telinga dan pergelangan kakinya
daripada menyepuh kubah untuk masjidnya. Dan masih banyak lagi lainnya[.]
Cover Film Versi Terjemah dari sini |
Cover Film Indonesia diambil dari sini |
Tentang Film
Judul Film : Rindu Kami PadaMu
Produser : Teddy
Ibrahim Anwar, Garin Nugroho
Sutradara : Garin
Nugroho
Penulis Skenario : Garin
Nugroho, Armantono
Pemeran : Neno Warisman, Jaja
Mihardja, Fauzi Baadilla, Nova Eliza, Didi Petet
Rilis :
Sabtu, 06 November 2004
wah saya kok blom nonton film ini y a? atau udah tapi lupa? Hehehe .. tar beli ah moga2 ada dvd nya, bagus buat anak2 kayaknya.
ReplyDeleterecomended mbak kalau belum nonton.. eh download yang gratisan ada kok :D
Deletekiraian foto diatas mau ada pengajian,,eh ternyata nonton bareng,,heheheheh
ReplyDeletesoalna yang nonton perempuan semua yaa... hehehehhe.. temen-temen sendiri juga bilang kayak kumpulan pengajian :D
DeleteIya, mbak. ada apa ya? Riu masih ada kok, cuma ngilang dikit. hehehe
ReplyDeletebisa sms gak? nomornya pean ilang di hpku. maaf...
ntar aku sms ya riu.. :D
Deletewah aku blm ntn film ini. Nyari donlotannya ajalah :D
ReplyDeletegoogling aja... banyak bertebaran donlotannya :D
DeleteSaya juga baru tau film ini dari tulisan di atas. Sepertinya menarik ya...
ReplyDeleteIspiratif mbak :D
DeleteSepertinya menarik dan inspiratif ya filmnya? Tks infonya mbak Nunu, aq suka bgt nih film² kayak gini
ReplyDeletehe:D
Delete