Thursday, February 20, 2014

Ukuran Mahal

Ilustrasi: Syahrini beserta tas hermesnya (sumber: akun instagram syahrini @princessyahrini) 

Mahal adalah sebuah kata yang lazim didengar ketika melakukan transaksi jual beli. Tentu yang ada hubungannya dengan harga atau barang. Dari beberapa pengalaman transaksi online akhir-akhir ini, mahal bukan menjadi sesuatu yang saklek untuk barang yang harganya melangit. Barang harga tinggi belum tentu mahal dan barang harga rendah belum tentu murah. Tetapi kenyataan yang ada, masyarakat (kita atau bahkan aku) harga menjadi patokan utama kenapa barang tersebut mendapat predikat mahal. Lalu apa saja kriteria yang membuat harga barang bisa disebut mahal? Inilah analisaku.

1. Kebiasaan dan kemampuan
Ini yang menjadi perbedaan memandang barang menjadi mencolok. Kebiasaan shoping belanja antar orang kota saja berbeda apalagi antar orang kota dan wong ndeso. Lho kok bawa-bawa wong ndeso? Seringkali ketika pulang kampung, aku ditanya. Berapa harga tas ini? Berapa harga bajumu? Setelah kuberitahu harganya sahutannya kira-kira begini, "pantesa mahal, barangnya bagus."

Padahal tasku itu biasa. Kalau kau tau harganya tas produk Rumah Warna harganya toh biasa kan? Nggak pernah beli yang mahal. Paling kisaran 100.000 keatas dan gak lebih dari 200.000. Bajuku juga biasa bila dibandingkan dengan teman-teman lain yang bermerk. Apa yang membuatnya mendapatkan kriteria mahal? 

Ya salah satunya beda kebiasaan penggunaan barang. Mungkin bagiku itu wajar bahkan terkesan murah bila dibandingkan tas bermerk. Tetapi bagi orang desa tentu beda akan arti uang 100.000. Bagi mereka tas seharga 25.000 sudah cukup mewah dan berarti.

Pada bagian ini kualitas dan prestise memang terabaikan. Yang namanya kemampuan tak pandang kualitas, yang penting bisa dipakai. Butuh apa enggak? Boro-boro mikirin prestise. Yang utama adalah kebutuhan pokok, makan. Ya nggak? Toh aku juga selalu menganggap tas-tas mbak Syahrini selalu mahal karena memang aku tak mampu beli.

2. Kualitas
Masih dengan pengalamanku. Dulu, aku juga beranggapan tas-tas yang memiliki merk, entah itu shopie martin, cammomile dan lain sebagainya adalah barang mahal. Meskipun aku sudah bekerja dan mampu beli, kok ya sayang beli tas diatas harga 200.000. Mending beli yang 50.000an dapat 4 tas dan bisa gonta-ganti.

Seiring dengan pergaulan. Aku memantau tas yang teman-temanku gunakan. Mereka memang membeli tas mahal (ukuranku) sekalian supaya awet. Dan memang kondisinya demikian. Meski sudah setahun tas-tas mereka masih nampak bagus.

Berbeda dengan tasku. Aku dulu sering gonta-ganti bukan perkara aku banyak duit. Justru tasku yang seharga 50.000an gak bisa tahan lama. Dipakai kerja setiap hari paling lama tahan 3 bulan. Yang jebollah, yang kulitnya mengelupas, yang besinya berkarat.

Dan suatu hari ketika aku mencoba sekali-kali beli tas merk GUESS seharga 250.000 masih bisa dipakai sampai sekarang. Dan itu sudah hampir 4 tahunan. Untuk ukuran tas seharga 50.000an bisa habis berapa yak? Anggap aja setahun ganti 2 kali. Sudah sekitar, 8 tas menghabiskan uang sekitar 400.000. Nah kan? Lebih mahal mana?

Tahu sendiri kan. Tas GUESS biasanya banyak sekali bahan stainless stellnya. Itu masih awet enggak karatan. Sering kena hujan padahal. Sampai aku bosan kuberikan kepada tetanggaku di kampung.

Kalau dulu, jangankan bisa memberi tas. Bekas-bekasnya tidak layak diberikan. Malulah memberi barang sudah broken, karena emang enggak bisa dipakai. Kalaupun reparasi mahal reparasi daripada belinya.

Tetapi enggak tentu juga barang kualitas bagus itu mahal dan kualitas jelek itu murah.

Temanku pernah membeli tas harganya diatas satu juta. Tetapi baru satu tahun, kulitnya mengelupas. Jika dibandingkan dengan harga tas GUESSku yang 250.00an bisa tahan 4 tahun, mana yang lebih mahal?

3. Brand
Pada point ini orang tidak akan ragu dengan kualitas. Orang yang memandang brand tentu sudah tergolong orang mampu dalam segi financial. Tidak termasuk aku lho. Jika sudah pada point ini, seberapapun pasti mahal ukuranku.

Tetapi tidak bagi mbak Syahrini. Lho kok lagi-lagi Syahrini? Hehehe secara kasat mata dia publik figur dan nampak mencolok dengan barang-barang mewahnya yang tentu saja bermerk.

Sebut saja, Luis Vuiton, Chanel, Hermes, Christian Louboutin dan sebagainya yang semua itu harganya enggak kejangkau. Mending dibuat beli rumah daripada sekedar tas.

Tapi bagi pemiliknya, barang ini menjadi prestise yang enggak bisa diukur dengan uang. Prestise ukurannya lebih mahal dari tas original seharga ratusan juta. Kecil mah, muraaaah di kantong.

Memang aku tak bisa memprediksi tas GUESSku seharga 250.000 itu original apa KW. Bagiku enggak penting. Membeli tas apa membeli merknya?

Jika tas harga ratusan juta dengan ratusan ribu sama-sama bisa long lasting dan tidak mengurangi penampilan, mana yang kau pilih? Hehehehe


Jadi kesimpulannya, ukuran mahal tergantung siapa dan bagaimana memandang sebuah barang. Barang mahal belum tentu mewah tetapi barang mewah tentu mahal. Dan sebaliknya, barang murah belum tentu jelek dan barang jelek sudah pasti murah. Tergantung bagaimana kita menyikapi sebuah harga.

15 comments:

  1. Kata orang, semakin besar pendapatan maka semakin besar juga kebutuhan ^^

    ReplyDelete
  2. Bagi saya, yang penting memenuhi kebutuhan mbak... percuma mahal2 cuma buat gaya2an, hehehe :)

    ReplyDelete
  3. Mbak, aku wong ndeso...
    Hahahaha..
    Sejak kecil, ibuk selalu membelikanku barang yang sedikit mahal akan tetapi awet. Ada lho celana jeans sejak SMP yang masih aku pakai sampai sekarang (hampir 22 tahun).

    Nah, cerita nih. Karena sekarang sudah punya sedikit pemasukan tiap bulannya, aku lebih milih beli yang murah, karena kok eman banget gitu. Cari uang susah-susah buat beli barang yang menurutku agak 'mahal', etapi ke sini aku jadi ngerti banget, yang murah itu memang cepet rusak juga. Sepatu yang bagus dengan harga murah, eh di kaki sakiit mbak. Agak mahal dikit tai enak di kaki kan TOP.

    Aku juga penyuka tas di Rumah Warna Mbak :)

    ReplyDelete
  4. Kesimpulannya seperti slogan iklan obat nyamuk, "Yang lebih mahal banyak".

    ReplyDelete
  5. Bagiku mahal itu paling dekat hubungannya dengan kemampuan kita membeli. Jangan paksakan kemauan dan kemampuan. Syahrini jangan dicontoh deh. :p

    ReplyDelete
  6. Bagi yang punya duit ya nggak mahal ya Jeng
    Bagus reviewnya
    Untuk kode Mars, kalau nggak muncul, coba tanda " diganti sesuai sesuai laptop/komputer sendiri. Kadang ada tanda " yang berubah atau menjadi dobel. Jangan lupa mode yang dipakai adalah "HTML"

    Salam hangat dari Surabaya

    ReplyDelete
  7. lebih suka beli yang mahal tapi awettt bertahun2.....paling mahal 200ribu hehehe

    ReplyDelete
  8. Mahal itu sebagai kata ganti ketidakberdayaana akan biaya ko Mba, sedangkan untuk sebuah kualitas barang biasanya akan mempengaruhi nilai sebuah barang. Jadi tergantung dari sudut mana kita menilainya.

    Salam

    ReplyDelete
  9. mahal itu relatif ya, apa yang mahal bagi kita belum tentu bagi orang lain

    ReplyDelete
  10. kadang uang kita pas mau beli yang mahal gak ada maka barang itu menjadi mahal tp ketika kita mampu membelinya, maka barang itu tidaklah mahal...

    ReplyDelete
  11. setuju...biar mahal asal awet ya mbak....tapi mahalnya juga sesuai kemampuan kantong....heheh

    ReplyDelete
  12. Dulu suka enggak nahan lihat tas lucu, tapi sekarang udah bisa rem sendiri :)

    ReplyDelete
  13. kalau saya sih mesti liat brand x')
    saya sering sebel kalau saya dibelikan barang ayah saya yg harganya mahal tapi brandnya ngga keliatan2 banget hihihi

    ReplyDelete
  14. Good Posting kawan....

    sukses alway's

    ReplyDelete

Thanks for comming and no spam please

Follow
My twitter @ununtriwidana
My Instagram @nunuelfasa

Feel Free To Follow My Blog