![]() |
ilustrasi (sumber) |
Krupuk bawang khas Sidoarjo, tahu kan? Juga berbagai krupuk lain untuk cemilan. Bukan krupuk-krupuk untuk pendamping lauk makan. Aku berpikir lebih sulit menjajakan krupuk cemilan daripada krupuk makan yang setiap hari orang butuh untuk makan setidaknya 3 kali sehari. Atau bahkan jika ingin lebih laris titip saja krupuk makan tersebut di warung nasi tabokan dan warung-warung lainnya.
Berbeda dengan krupuk cemilan, siapa yang doyan bisa dihitung jari. Dan tidak semua orang doyan cemilan krupuk, beragam cemilan lebih enak sudah bertebaran. Aku yakin, jika bukan orang yang mempunyai semangat tinggi tidak akan memilih pekerjaan ini, bisa jadi akan tersisihkan jika punya pilihan pekerjaan lainnya.
Penjualnya bukan orang kuat yang gigih perkasa. Melainkan kakek ringkih sambil jalan menuntun sepeda bergerobak. Entah sudah beratus kilo beliau mengayuh. Pernah kutanyakan rumahnya sekitaran Candi Sidoarjo yang otomatis itu cukup jauh dengan ditempuh motor, apalagi mengayuh sepeda? Sampai perumahan tempatku tinggal sudah petang, kadang habis maghrib, kadang juga larut jam 9 baru lewat. Kadang dengan isi gerobak kosong sisa satu atau dua bungkus, yang mampu kubeli semua dan membuat beliau lekas pulang. Kadang juga masih menggunung.
"Mbah, kok masih banyak?" Tanyaku perih.
Sudah hampir pukul 9 malam, akan sampai di rumah pukul berapa ya si Mbah. Gelisahku dalam hati. Lebih perih lagi tetanggaku cuek dan acuh. Setiap beliau lewat hampir tak ada yang memggubris. Si Mbah sudah hafal, akan berhenti setiap sampai depan rumah hingga aku keluar.
Pertamanya aku sampai mengejar karena mungkin pendengarannya sudah berkurang. Suara paraunya termakan usia mendengungkan dagangan tak berhenti dari ujung gang ke ujung gang. Tanpa melihat, aku yang masih warga baru mengenali bahwa penjualnya kakek-kakek. Tidak adakah yang mau membeli sekedar untuk penghias hati sekalipun sedang tidak minat dengan krupuknya?
Dan aku tak tahu, saat pintu rumah kontrakan yang kutinggalkan sudah terbuka oleh penghuni baru akankah kakek itu tetap berhenti dan mendapati kekecewaan jika nyatanya aku tidak pernah keluar lagi dari pintu rumah tersebut.
Duh, Allah memang sebaik-baik penggegam rezeki setiap manusia. Sudah tertakdir oleh Allah aku membeli kerupuknya ataupun tidak. Tapi aku tak akan pernah berhenti berpikir bahwa takdir rezeki kakek tersebut bisa jadi juga dititipkan kepadaku, kepada anda, dan kepada kita. Tolong, jangan acuhkan mereka.