Tuesday, August 16, 2011

Renungan Ramadhan : Tips Bershodaqoh dengan Ikhlas

Bulan Ramadhan bagi para Muzakki adalah bulannya Shodaqoh. Dari yang beramal hanya satu minggu sekali ketika sholat Jum’at di Masjid sekarang bisa menjadi setiap hari. Dari yang hanya beramal lima ratus perak kini tak segan mengeluarkan uang seribuan, atau bahkan puluhan ribupun tidak sayang jika untuk Shodaqoh di bulan Ramadhan. Dimana semua umat Islam sedang mencari bekal sebanyak-banyaknya di bulan ini yang semua amal memang dilipatgandakan.



Dan bagi para mustahik, merupakan bulan berkah bagi mereka. Terlihat, semakin meningkatnya para mustahik di jalanan. Di perempatan jalan, lampu merah, atau sering kita menjumpai di Pom bensin dengan seragam putih mereka sambil berdiri membawa sebuah kotak amal yang tidak kita jumpai hanya ketika Ramadhan saja. Namun, hanya beberapa yang memang benar-benar mengais berkah bulan Ramadhan dan sebagian lagi memanfaatkan moment Ramadhan untuk mencari uang. Bukannya saya Suudhon, sebagai Muzakki tentunya saya juga ingin uang yang saya keluarkan bermanfaat bagi mereka. Tentunya akan lain kemanfaatannya bagi yang benar-benar membutuhkan meskipun nilainya sangat kecil. 

Saya pernah punya pengalaman demikian ketika saya sedang ziarah ke Sunan Ampel. Karena disana banyak mustahik, saya selalu menyediakan uang recehan disebuah dompet khusus yang saya sendirikan supaya lebih mudah mengambilnya ketika saya bertemu para mustahik. Namun, sebelum memberi saya selalu memastikan bahwa orang yang akan saya beri adalah benar-benar mustahik. Tapi sangat sulit membedakannya, sehingga untuk bershodaqoh saya selalu memilih orang tua dan anak-anak saja. 

Dan ketika mau pulang. Seorang ibu-ibu muda mendatangi saya, meminta sumbangan untuk ongkos pulang. Dengan berurai air mata ibu tersebut menceritakan dirinya sedang kehabisan uang dan tidak bisa pulang ke Tuban tempat asalnya, serta bagaimana dia terlantar selama berhari-hari di masjid Ampel. 

Saya yang tadinya tidak pernah memberi selain kepada orang tua dan anak-anak, akhirnya luluh juga hati saya dan timbul rasa kasihan kepadanya. Dengan kondisinya yang demikian tidak mungkin juga memberinya uang recehan. Isi dompet yang tinggal dua puluh lima ribu rupiah saya berikan dua puluh ribu rupiah untuk ibu tersebut dan sisa lima ribu rupiah untuk ongkos saya pulang. Meskipun saya rasa uang dua puluh ribu rupiah tidak akan cukup untuk ongkos hingga sampai ke Tuban, Namun itulah uang terakhir yang saya punya akhir bulan itu. 

Kemudian saya memanggil teman-teman yang satu rombongan dengan saya. Setelah saya membantu dengan menceritakan kembali cerita ibu tersebut kepada teman-teman, teman-teman ada yang mengeluarkan lima ribu rupiah, sepuluh ribu rupiah, dan lima belas ribu rupiah. Hingga kalau dihitung terkumpul uang sekitar tujuh puluh ribu rupiah. Dengan jumlah itu sudah cukup rasanya untuk ibu tersebut bisa pulang sampai di rumah. Dan kamipun meninggalkannya setelah sempat berpesan untuk berhati-hati. 

Sampai di pintu keluar makam, ada sesuatu yang ketinggalan di makam. Sayapun kembali ke dalam untuk mengambilnya. Alangkah terkejutnya ketika saya melihat dari jauh ibu yang kami bantu tadi sedang menghitung jumlah uang yang dikeluarkan dari sakunya bersama rekannya ibu-ibu sebaya. Bukan tujuh puluh ribu rupiah lagi, segepok uang yang juga ada nilai ratusan ribu rupiahnya. Agak lama saya megamatinya kemudian ibu-ibu tersebut berpencar dan melakukan aksi yang sama seperti mereka melakukannya kepada kami. Seketika saya melihat isi dompet saya yang hanya tinggal lima ribu rupiah. MasyaAllah. Lalu bagaimana dengan teman-teman saya? Saya tidak tega menceritakan hal ini kepada mereka. Biarlah hanya saya yang keikhlasannya menguap dan membiarkan keikhlasan teman-teman menjadi pahala bagi mereka. 

Kejadian tersebut lantas tidak membuat saya berhenti bershodaqoh, banyak pelajaran berharga yang bisa saya ambil hingga saya membuat prinsip shodaqoh :

  1. Jangan memandang siapa yang diberi Shodaqoh. Sodhaqoh bukan atas dasar kasihan untuk membantu mustahik, melainkan shodaqoh untuk membantu diri sendiri. Menabung amal yang insyaAllah bisa menyelamatkan di akherat kelak. 
  2. Jangan pernah memikirkan untuk apa uang Shodaqoh saya? Jika ternyata yang diberi shodaqoh bukan benar-benar mustahik dan menggunakan uang tersebut tidak sesuai harapan. Itu bukan lagi urusan saya. Urusan saya dalam bershodaqoh hanyalah Ikhlas. Dan biarlah Allah yang mengurus semuanya. 
  3. Bershodaqoh sesuai kemampuan, tidak memaksakan bershodaqoh lebih jika belum mampu. Beshodaqoh lebih dalam keadaan tidak mampu dapat menjauhkan hati dari Ikhlas. Dan itu tidak akan mencapi esensi shodaqoh yang sebenarnya. 

Dan Terakhir Lupakan! InsyaAllah bershodaqoh dengan tidak memandang siapa dan untuk apa, berapapun besar kecilnya Shodaqoh yang dikeluarkan, kesempurnaan Ikhlas akan tercapai dengan sendirinya setelah melupakannya. Semoga[.]

No comments:

Post a Comment

Thanks for comming and no spam please

Follow
My twitter @ununtriwidana
My Instagram @nunuelfasa

Feel Free To Follow My Blog